Rabu, 30 Juli 2008

Dampak Pemekaran Kecamatan Merlung

Merlung merupakan Ibukota Kecamatan Merlung, sekarang kecamatan Merlung telah dimekarkan menjadi 3 kecamatan, yakni kecamatan Ranah Mendalu dengan ibu kota Lubuk Kambing, Kecamatan Muara Papalik dengan ibukota Rantau Badak dan Kecamatan Merlung yang merupakan kecamatan induk dengan ibu kota kecamatan Merlung.
Apakah dampak positip dari pemekaran ini?
tentu saja besar dampaknya, terutama dalam pelayanan terhadap masyarakat, sebagai contoh dulu sebelum pemekaran kecamatan, wilayah kecamatan Ranah Mendalu yang letaknya jauh dari Merlung, sungguh susah untuk mendapatkan pelayanan seperti kesehatan, pendidikan, pembuatan surat surat. Dengan adanya pemekaran kecamatan ini maka untuk mendapatkan pelayanan itu tentu semakin mudah. Pemekaran kecamatan tentu juga diikuti dengan penambahan sarana pelayanan seperti sdarana pendidikan, kesehatan.
Selain itu Pemerataan pembangunan menjadi merata.
Baca Selengkapnya.... - Dampak Pemekaran Kecamatan Merlung
Ratusan Warga Kualatungkal Ancam Demo
Jambi Ekspres Friday, 01 February 2008

Tolak Rantau Badak Jadi Ibukota Kecamatan

KUALATUNGKAL – Penunjukan ibukota Kecamatan pemekaran Muara Papalik Kabupaten Tanjungjabung Barat (Tanjabar) oleh DPRD, ternyata berbutut panjang. Meski beberapa waktu lalu, aparat desa yang tergabung dalam kecamatan baru tersebut sudah menandatangani pernyataan bersama dihadapan pansus DPRD bahwa lokasi ibukota kecamatan berada di desa Rantau Badak, namun kesepakatan itu masih ditolak sebagai warga.

Mereka menilai, kesepakatan yang diambil tidak mencerminkan aspirasi masyarakat yang sebenarnya. Sebab, sebagian besar warga menghendaki ibukota kecamatan berada di Desa Dusun Mudo yang bertetangga dengan Rantau Badak. Karena itulah, Senin depan ratusan warga akan demo ke gedung DPRD dan Bupati di Kualatungkal menuntut peninjauan ulang ibu kota kecamatan Muara Papalik .

Rencana aksi demo itu sudah dilaporkan ke Polres Tanjabar. Pihak Polres juga sudah memberitahu pihak legislatif dan eksekutif, karena sasaran penyampaian aspirasi adalah ke DPRD dan kantor bupati. ‘’Pemberitahun dari Polres sudah kita terima. Di dalam pemberitahuan itu disebutkan warga yang datang berjumlah 200 orang dengan penanggungjawab atas nama Gunawan,’’ungkap Sekwan DPRD Tanjabar, Drs H Johanes Chan, kemarin.

Dia mengemukakan, para anggota dewan sudah siap menerima kedatangan warga sekaligus menjelaskan kronologis terkait dengan penentuan Desa Rantau Badak sebagai ibukota Kecamatan Muara Papalik. Namun dia tidak bisa menjelaskan apakah ibukota Kecamatan Muara Papalik akan ditinjau ulang atau tetap dipertahankan sesuai kesepakatan.’’Keputusannya ada dirapat pleno,’’tandas Johanes.

Sebaliknya, Kabag Pemerintahan Setda Tanjabar, Drs M Yunus, yang dikonfirmasi secara terpisah mengaku belum mengetahui surat pemberintahuan dari Polres. ‘’Mungkin sudah ada, cuma saya saja yang belum tahu,’’kilahnya. Yunus juga mengatakan rencana unjukrasa itu sudah dilaporkan secara lisan oleh Camat Merlung. ’’Ya, Camat Merlung telah menginformasikan kepada kita,’’tambahnya.

Menurut Yunus, pada dasarnya penentuan ibukota Kecamatan Muara Papalik sudah tidak ada permasalahan lagi. Pasalnya, penunjukan Rantau Badak sebagai ibukota kecamatan sudah dibahas sejak lama dan telah disepakati baik dalam pertemuan ditingkat kecamatan (Merlung) maupun dihadapan pansus raperda pemekaran. Aparat desa yang menandatangani kesepakatan tersebut masing-masing Kades Rantau Badak, Dusun Mudo, Intan Jaya, Bukit Indah dan Kemang Manis.

‘’Saya berpendapat, masalah ini sudah tuntas. Lagi pula, pansus yang memfasilitasi pertemuan sudah mengetuk palu. Tapi, jika warga ingin menyampai aspirasi tetap ditampung, itu sah-sah saja,’’tutur mantan Kasubdin Pembinaan Desa Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat ( DSPM ) Tanjabar ini.

Berbeda dengan pandangan Yunus, salah seorang tokoh pemuda Desa Dusun Mudo, Kemas Bujang Azhari, malah menuding keikutserta Kades Dusun Mudo, Bustami, menyetujui Rantau Badak sebagai ibukota Kecamatan Muara papalik, berdampak pada munculnya reaksi keras warga setempat. ‘’Itu namanya telah mencurangi aspirasi masyarakat,’’katanya.

Dia mengemukakan, langkah yang dilakukan Bustami itu bersipat sepihak. ‘’Kades hanya melihat persoalan pemekaran dari sudut pandang yang sempit. Padahal, jika dia beralasan telah diintervensi pihak-pihak tertentu. Semestinya dia tidak langsung menerimanya. Sikap yang harus diambil adalah mengembalikan persoalan itu ke desa untuk dimusyawarahkan. Sekali lagi, kami tetap minta DPRD mengevaluasi kembali keputusan penentuan ibukota Kecamatan Muara Papalik,’’tegas Kemas Bujang.

Ia menambahkan, Desa Dusun Mudo juga sudah menyiapkan diri menjadi ibukota Kecamatan Muara Papalik. Misalnya, menyiapkan lahan yang cukup luas untuk komplek perkantoran. Yang tidak kalah penting, posisinya sangat strategis dibanding Rantau Badak. ‘’Jarak antara Rantau Badak dengan Merlung hanya 9 Km. Apa tidak terlalu dekat. Sedangkan jarak antara Dusun Mudo dengan Merlung 17 Km. Perlu diingat, diantara tujuan pemekaran kecamatan itu adalah untuk mempercepat pelayanan dan pemerataan pembangunan,’’jelasnya.

Pertimbangan lainnya terang Kemas, wilayah Desa Dusun Mudo cukup luas, potensi ekonomi yang dimiliki cukup besar, karena dikelilingi lima perusahaan besar, yaitu PT CKT, PT Rudi Agung Laksana, PT Agrowiyana, PT IIS dan PT Palma Abadi PKMS. Tidak itu saja sebut Kemas, sejumlah fasilitas pemerintah juga sudah didirikan diwilayah tersebut, seperti Asrama Brimob, Pos Pol Lantas, Pos Pol BKTM, Pos Pol FKPM, Pos Pol Kehutanan, Stasiun TVRI, BTS ponsel serta lembaga pendidikan SMP dan SMA.

‘’Jadi, sebelum rapat pleno dewan digelar, sebaiknya letak ibukota Kecamatan Muara Papalik harus dikaji secara matang. Kita harus memikirkan kepentingan ke depan, bukan kepentingan sesaat,’’tandasnya. (ria)

Baca Selengkapnya.... -
Ada Apa Di Balik Penetapan Rantau badak Sebagai Ibukota Pemekaran? (bagian 2/habis)

Tanjung Jabung Barat Online 17 maret 2008
FPAN Tetap Ngotot, Warga Laporkan Ke Presiden

Kendati Desa Rantau Badak berdasarkan peraturan daerah nomer 7 tahun 2008, telah ditetapkan menjadi pusat pemerintahan pemekaran Muara Papalik, hal ini berdasarkan hasil voting anggota DPRD dari 29 anggota DPRD yang hadir sebanyak 25 orang menyetujui letak ibukota di Rantau Badak pada rapat paripuna DPRD Tanjungjabung Barat yang digelar Selasa (11/03) kemarin.Tentunya hal ini angin segar bagi warga Rantau Badak, Lantas bagaimana tentang masyarakat desa Dusun Mudo yang niatnya tak tersempaikan? Bagaimana juga reaksi FPAN DPRD Tanjab Barat mengenai hal ini, apakah FPAN terus memperjuangkan Dusun Mudo? Berikut catatan Radar Tanjab

SUHERI ABDULLAH- KUALATUNGKAL

Untuk memudahkan akses pelayanan di kabupaten Tanjungjabung Barat, pemerintah kabupaten berusaha memekarkan kecamatan di Kabupaten Tanjungjabung Barat dari 5 kecamatan di mekarkan menjadi 13 kecamatan. Ke 13 tersebut adalah Kecamatan Tungkal Ilir di mekarkan menjadi 3 Tungkal Ilir, Beram Itam, dan Seberang Kota, Pengabuan dimekarkan menjadi 2 yaitu Pengabuan dan Senyerang, Betara menjadi 2 yaitu kecamatan Betara dan Kuala Betara, Tungkal Ulu 3 yaitu Tungkal Ulu, Sungai Asam, Tebing Tinggi dan Merlung juga menjadi 3 yaitu Merlung, Renah Mendaluh dan Muara Papalik.

Hal ini telah di tetapkan menjadi peraturan daerah nomer 7 tahun 2008, namun pemekaran kecamatan yang bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan di kabupaten ini, malah berubah menjadi polemik berkepanjangan.

Unik memang, bahkan penetapan ini menjadi wacana hangat bagi kalangan masyarakat di kabupaten Tanjungjabung Barat yang tak terputuskan, bukan itu saja penetapan ini dan persetujuan para anggota Fraksi-fraksi DI DPRD Tanjungjabung Barat malah menjadi bahan pertanyaan, apakah dengan penetapan ini konflik bakal mereda? Apakah malah menjadi konflik baru?.

Dari pantauan Radar Tanjab pasca rapat paripurna yang di gelar DPRD Tanjungjabung Barat Selasa lalu, ternyata tidak menjadikan solusi meredakan konflik horizontal, bahkan keputusan ini dianggap sejumlah warga Dusun Mudo sebagai tantangan untuk memperjuangkan hal ini, bahkan meraka sampai mengadukan hal ini ke persiden.Begitu halnya dengan FPAN DPRD Tanjungjabung Barat.

Pasalnya, dari awal sejak pembahasan yang dilakukan pansus I DPRD Tanjungjabung Barat, protes dan ketidak puasan terus mengalir dari berbagai pihak, baik masyarakat Dusun Mudo dan Kemang Manis, begitu juga dengan sikap para anggota pansus saat itu, yang ikut membahas raperda pemekaran ini.

Lantas bagaimana sebenarnya proses awal eksekutif menetapkan Rantau Badak sebagai Ibukota Pemakaran Kecamatan Muara Papalik ini, ? Asisten Tata Praja Drs Kosasih yang juga ketua tim pemekaran kecamatan mengaku, apa yang ditetapkan tim eksekutif telah melalui pemikiran yang matang, baik melalui proses meninjau lapangan, hingga kajian tokoh-tokoh adat dan masyarakat “ Penetapan ini sudah kita kaji secara matang, bukan hanya sebulan 2 bulan tetapi hampir setahun” ungkapnya kepada Radar Tanjab waktu itu.

Bukan hanya itu saja, Wakil Bupati Tanjungjabung Barat HM Yamin SH pun pernah berkomentar mengenai protes masyarakat Dusun Mudo yang tak puas atas penetapan pansus saat itu, ia mengaku apa yang dilakukan warga Dusun Mudo terlambat, karena hal ini sudah terlanjur di bahas “ Permintaanya terlambat, mengapa tidak dari sebelumnya” ujarnya ketika di konfirmasi sejumlah wartawan saat itu.

Anehnya, pada awalnya dari data tim eksekutif waktu itu pemekaran kecamatan hanya sebanyak 12 kecamatan, sedangkan kecamatan Muara Papalik ini belum juga ditetapkan, bahkan waktu itu warga Rantau Badak yang dikomandoi Zaini STP meminta eksekutif agar menyepakati agar Pemekaran di kecamatan Merlung di tambah dari 2 kecamatan menjadi 3 kecamatan. Hal ini dengan mengutarakan berbagai potensi wilayah pemekaran dan lain sebagainya, akhirnya berdasarkan alasan dan jumlah penduduk hal ini disetujui.” Seharusnya bukan 2 kecamatan tetapi 3 kecamatan, karena desa Rantau Badak dan sekitarnya juga telah mempunyai potensi yang cukup untuk menjadi ibukota pemekaran” ungkap Zaini STP Mantan kepala Desa Rantau Badak saat itu.

Apakah dengan alasan ini, Rantau Badak ditetapkan menjadi Ibukota Kecamatan Muara Papalik? Apakah ada hal lain. Namun dari sumber yang Radar Tanjab himpun dan layak dipercaya penetapan ibukota kecamatan Muara Papalik ini dikarenakan ada hukum balas budi dengan pemerintahan Safrial Yamin saat ini. Pasalnya dalam surat dukungan pertama ketika pencalonan pasangan Bupati dan Wakil bupati Desa Dusun Mudo yang nota bene merupakan yang memiliki lebih banyak jumlah penduduk hanya sekitar 50 orang yang mendukung, padahal desa Rantau Badak yang memiliki penduduk lebih kecil malah sebanyak 275 orang.

Lantas bagaimana dengan FPAN sendiri tentang kekalahannya dalam voting? Menurut FPAN pemintaannya dalam rapat paripurna DPRD Tanjungjabung Barat agar menunda penetapan ibukota kecamatan Muara Papalik ini, tidak lain hanya dikarenakan untuk memberikan solusi agar konfilk horizontal terjadi. “ Harapan kita waktu itu, kita tunda dulu. Kita sama-sama cari solusi yang terbaik, baik dari Dusun Mudo maupun Rantau Badak. Sehingga tidak seperti pepatah rumah sudah jadi, tokok masih berbunyi” ungkap ketua Fraksi PAN Tanjab Barat Sukisman.

Tetapi lanjut Sukisman, akhirnya permasalahan ini kan terjadi, hingga saat ini warga Dusun Mudo malah merasa tidak puas dengan mengadu ke Presiden RI dan Gubernur Jambi “ Ini kan permasalahan daerah, kan tidak lucu kalau sampai di dengar gubernur, apalagi presiden” tuturnya.

Apalagi, permalahannya sambung Alam (sapaan akrabnya,red) penetapan Ibukota Muara Papalik ini tidak merujuk pada kepmendagri nomer 4 tahun 2000, yang intinya dalam menetap pusat pemerintahan harus mempertimbangkan kepentingan jumlah penduduk, luas wilayah, dan potensi eksosbud dan politik” Coba lihat saja secara kasat mata, mana yang lebih memiliki jumlah penduduk, luas wilayah, maupaun sarana prasana yang menunjang pemerintahan seperti perusahaan dan karntor pelayanan lain” jelasnya.

Bagimana dengan Warga Dusun Mudo sendiri? Ternyata dengan ditetapkannnya perda nomer 7 tahun 2008 tentang pemekaran kecamatan dan menetapkan ibukota kecamatan Muara Papalik di Desa Rantau Badak ini, tak membuat sejumlah warga Desa Dusun Mudo untuk patah arang, bahkan mereka mengaku telah mengadukan hal ini ke presiden RI yang ditembuskan ke Gubernur Jambi tentang ketidak puasan masyarakat ini. “ Ya kita telah mengdukan persoalan ini ke Presiden RI dan Gubernur Jambi” ungkap Arifin kepada Radar Tanjab kemarin.

Dijelaskannya, surat yang di ajukan tersebut nomer 002/DSM/PK-MS/DJB/III/2008 mengenai kesiapan Desa Dusun Mudo menjadi ibukota kecamatan, hal ini ditandatangani 3 orang tokoh masyarakat di Dua Desa baik Dusun Mudo dan Kemang Manis yaitu Zainal, Suadi, Mayazi (Kades Kemang Manis,red), Junaidi (kaur Pemerintahan) dan Alamsyah (kaur pembangunan). “ Dalam surat tersebut intinya kita paparkan beberapa pointer ketidak puasan Dusun Mudo terhadap usulan camat Merlung dan keputusan DPRD Tanjab Barat mengenai Ibukota Kecamatan” ungkapnya.

Belum ada tanggapan dari pihak gubernur, akhirnya tertanggal 07 Maret 2008 lalu, masyarakat Dusun Mudo kembali meminta Gubernur Jambi agar menurunkan tim independent melihat secara langsung persoalan ini “ Kita kembali layangkan surat ke Gubenur Jambi, kita akan ketemu langsung, tetapi gubenur masih dijakarta. Kata ajudanya gubernur mau menemui kita sepulangnya dari Jakarta” tuturnya

Perlu diketahui dalam suratnya warga Dusun Mudo yang ditujukan Gubernur tersebut, pada pointer 4 menyebutkan bahwa untuk tidak menimbulkan konflik horizontal akibat gejolak politik, dan kegejolak sosial serta kepentingan oknum tertentu sebelum sidang paripuna DPRD Tanjungjabung Barat salah dan keliru dalam menetapkan Desa Rantau Badak sebagai Ibukota kecamatan perlu di jaga dari sisi kantibmas, ditengah-tengah masyarakat. Kami elemen masyarakat dari desa Dusun Mudo dan sekitarnya mohon dengan segala kerendahan hati, kepada bapak Gubernur kiranya dapat membentuk tim independent dari pemprov Jambi untuk dapat menilai, meneliti, mengobservasi keadaan sebenarnya ditengah masyarakat, sehingga penetapan ibukota kecamatan pemekaran dari Merlung benar-benar berasal dari grassroot benar-benar memperhatikan azas kelayakan dan bermanfaat bagi masyarakat. ******
Baca Selengkapnya.... -

Ada Apa Di Balik Penetapan Rantau badak Sebagai Ibukota Pemekaran? (bagian 1)

Tanjung Jabung Barat Online 17 maret 2008

FPAN Tetap Ngotot, Warga Laporkan Ke Presiden


Ada yang tersisa dalam alotnya pembahasan raperda pemekaran kecamatan Muara Papalik yang ditetapkan mayoritas dewan di Rantau Badak. Penetapan ini menuai pertanyaan, bahkan tidak menjadi akhir polemik tarik menarik dua desa yang mengaku siap menjadi ibukota kecamatan, apalagi sikap Fraksi Partai Golkar yang berubah haluan. Lantas apa yang menjadi dasar FPAN ngotot mendukung Dusun Mudo kendati harus kalah telak? Berikut catatan Radar Tanjab

SUHERI ABDULLAH- KUALATUNGKAL

Pemekaran kecamatan di Kabupaten Tanjungjabung Barat dari 5 kecamatan di mekarkan menjadi 13 kecamatan, yang bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan di kabupaten ini, malah berubah menjadi polemik berkepanjangan. Bahkan kendati saat ini raperda ini telah ditetapkan menjadi perda nomer 7 tahun 2008 mengenai pemekaran kecamatan, namun kisruh tersebut belum juga mereda.

Dari pantauan Radar Tanjab dalam beberapa pembahasan di dewan, yang bahas pansus I terus menuai protes dari masyarakat, baik dari Dusun Mudo yang ngotot meminta ibukota di tempatkan di desanya, maupun Desa Rantau Badak yang meminta tetap pada keputusan eksekutif.

Bahkan dari berbagai sumber yang dihimpun Radar Tanjab, awal penetapan ibukota kecamatan Muara Papalik ini, lebih dikarenakan dari awal hanya desa Rantau Badak yang mengajukan ibukota pemekaran ini, pasalnya saat itu desa Dusun Mudo tak memenuhi persyaratan sebagai ibukota pemekaran, karena fasilitas pendidikan seperti SMP dan SMU saat itu belum ada.

Namun belakangan, setelah adanya perjanjian terselubung antara Kades Rantau Badak dan Dusun Mudo yang di saksikan Camat Merlung, Dusun Mudo meminta nantinya apabila ada bantuan pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) agar dapat ditempatkan di Dusun Mudo “ Ya saat itu memang Dusun Mudo mendukung Rantau Badak, namun dengan ia meminta agar nanti pembangunan SMP dan SMU ditempatkan di Dusun Mudo” ungkap kades Rantau Badak Mulyadi yang di angguki Kades Dusun Mudo Bustami beberapa lalu.

Belakangan, setalah desa ini telah memiliki sarana dan prasarana lengkap, dan fasilitas pendidikan ternyata ini dijadikan alasan baginya untuk meminta ibukota kecamatan, dengan menunjukkan alasan lain seperti luas wilayah, jumlah penduduk “ Ini kan baru saat ini, dan yang mengajukan kan hanya Aripin, siapa dia itu kan bukan perangkat desa” ungkap Kades Bustami.

Selain hal tersebut, yang menjadi pertimbangan dewan dalam menetapkan ibukota kecamatan di Rantau Badak ini, hanya adanya surat yang ditujukan ke Bupati Tanjungjabung Barat dan DPRD Tanjungjabung Barat, pada tanggal 16 januari 2008, yang intinya tentang kesepakatan 4 Desa mendukung desa Rantau Badak sebagai ibukota kecamatan.

Karena keraguan akan kesadaran dan tanpa adanya pemaksaan atas penandatanganan surat dukungan inilah, membuat beberapa fraksi di DPRD Tanjungjabung Barat mulai bimbang, akhirnya FPAN terang-terangan meminta kepala desa agar menjuelaskan apa alasan kades mendukung Rantau Badak?. Bahkan aksi FPAN ini dikuti beberapa fraksi lainnya seperti halnya anggota DPRD dari Fraksi Gabungan, dari FPPP dan FPG juga akhirnya terang-terangan ikut mendukung.

Karena sikap dari beberapa fraksi ini lah, akhirnya pansus meninjau ulang keputusan awalnya dan menyatakan dead lock dengan menyerahkan keputusan ini ke pimpinan DPRD yang diserahkan ke Fraksi. Hasilnya 3 fraksi yang awalnya menyatakan dukungan ke Dusun Mudo malah berbalik arah mendukung Rantau Badak. Ada apa ini????

Ternyata selidik punya selidik dari informasi yang layak dipercaya, sejak Jumat tanggal 6 Januari 2008 lalu, 4 fraksi tersebut telah mencapai keputusan untuk mendukung Desa Rantau Badak. Namun kandati telah mempunyai ketetapan seperti halnya FPG, maupun FPPP malah mengaku masih netral. “ Jumat sudah tahu hasilnya kita?” ungkapnya salah seorang yang enggan disebut namanya.

Uniknya, mengapa apabila sudah tahu hasilnya? 500 orang dari warga Dusun Mudo malah mengerahkan massa ke DPRD Tanjab Barat????

Sementara itu, ketua Fraksi PAN yang dari awal memperjuangkan Dusun Mudo, mengaku pemekaran kecamatan ini, bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan, namun mengapa Rantau Badak yang notabene berjarak 7 KM dari Merlung malah di jadikan pusat pemerintahan “ Ya kalau gitu mending di Merlung sekalian, nggak usah dimekarkan”ujarnya Sukisman Ketua Fraksi PAN kepada Radar Tanjab kemarin.(bersambung)
Baca Selengkapnya.... -

Penentuan Ibukota Kecamatan Pemekaran Masih Berpolemik


Tanjung Jabung Barat Online. 22 Januari 2008

Terkait Penentuan Ibukota Pemekaran Merlung
KUALATUNGKAL- Rancangan pemekaran kecamatan di kabupaten Tanjungjabung Barat dari 5 Kecamatan menjadi 13 kecamatan telah di bahas di panitia khusus I sejak beberapa hari lalu. Pembahasan raperda pemekaran kecamatan ini dipredisksikan akan alot, pasalnya akan terjadi tarik menarik soal kepentingan baik politik, maupun perebutan ibukota kecamatan.

Hingga saat ini, baru dua kecamatan terang-terangan telah menyatakan siap dimekarkan dan mengaku tidak ada masalah soal penentuan ibukota kecamatan pemekaran nantinya, yaitu kecamatan Betara dan kecamatan Tungkal Ulu, bahkan Kecamatan Tungkal Ilir pun yang nota bene ibukota Kabupaten Tanjungjabung Barat masih belum ada tanda-tanda pertentangan soal ibukota kecamatan pemekaran.

Lain halnya dengan kecamatan merlung, hingga saat ini rencana pemekaran kecamatan ini masih disibukkan dengan penempatan ibukota pemekaran kecamatan Muara Papalik (pemekaran I kecamatan merlung, red) yang sedianya akan ditempatkan di Dusun Mudo, namun para tokoh masyarakat meminta ibukota kecamatan Muara Papalik ini berada di Desa Rantau Badak.

Masih berpolemiknya rencana pemekaran Kecamatan Merlung ini, terungkap dari surat yang ditandatangani 4 kepala desa yaitu Kepala Desa Dusun Mudo Bustami, yang menyatakan belum siap Desa Dusun Mudo dijadikan ibukota pemekaran. Kepala desa Intan Jaya Sinardi dan ketua BPDnya Sa’ban, kepala desa Bukit Indah Bachtam jonie dan ketua BPDnya Rahmin mereka menyatakan meminta kepada pansus DPRD untuk mengabulkan permintaan desa Rantau Badak menjadi Ibukota Kecamatan Muara papalik atas pemekaran I Kecamatan Merlung

Dalam surat yang diajukan kepada pimpinan DPRD dan Bupati Tanjungjabung Barat pada tanggal 16 Januari 2008 lalu ini, intinya para kepala desa baik desa bukit indah, Intan Jaya, Dusun Mudo yang merupakan desa-desa yang masuk dalam kecamatan pemekaran muara papalik meminta desa rantau badak sebagai ibukota kecamatan.
“ Alasannya antara desa-desa tersebut sacara histories merupakan wilayah Desa Rantau Badak” ungkap kepala desa Bukit Indah Bachtam joni kepada Radar Tanjab Minggu (20/01).

Hal yang sama juga diakui anggota tim penataan dan pemekaran wilayah Kecamatan Merlung Zaini STP bahwa mengenai adanya usulan dari desa-desa lain saat ini, baik yang mengatasnamakan tokoh-tokoh masyarakat maupun lainnya, yang ingin menjadi ibukota kecamatan adalah suatau yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hokum, pasalnya desa-desa tersebut tidak memiliki data yang actual, sementara itu pengajuan dua nama ibukota kecamatan Desa Rantau Badak dan Lubuk Kambing telah memenuhi kebutuhan pemerintah “ Ini kan sudah berdasarkan rapat pada tanggal 29 Januari 2007 lalu yang dihadiri tokoh-tokoh masyarakat Merlung ke 19 desa, namun dalam kesempatan tersebut tidak ada yang keberatan desa Rantau Badak dan Lubuk Kambing dijadikan ibukota kecamatan” ungkapnya yang di amini 11 anggota tim penataan wilayah pemekaran Kecamatan Merlung rayon Rantau Badak.

Oleh karena itu, mereka meminta kepada bupati dan pimpinan DPRD agar dapat merespon keinginan masyarakat tentang pemekaran kecamatan ini, khususnya dalam penentuan ibukota kecamatan di Merlung” Kami minta ini jangan di politisir “ ujarnya.

Perlu diketahui, saat ini panitia khusus I sudah membahas rencana pemekaran kecamatan di Kabupaten Tanjungjabung Barat dari 5 menjadi 13 kecamatan, jadi akan menambah 8 kecamatan baru yaitu Kecamatan Seberang Kota yang beribukota Tungkal V, Kecamatan Beram Itam yang beribukota Desa Beram Itam Kiri। Kecamatan Senyerang beribukota Desa Senyerang. Kecamatan Kuala Betara beribukota Betara Kiri, kecamatan Tebing Tinggi beribukota desa Tebing Tinggi, kecamatan Sungai Asam beribukota Dusun Kebun, kecamatan Ranah Mendaluh beribukota Lubuk Kambing, kecamatan Muara Papalik beribukota Rantau Badak.(rie)

Baca Selengkapnya.... -
Tolak Penetapan Ibu Kota Kecamatan Muara Papalik
Jambi Independent 02 mei 2008
KUALATUNGKAL – Puluhan warga asal Desa Dusun Mudo, Kecamatan Merlung, Kabupaten Tanjab Barat, kemarin (4/2) menggelar demo di gedung DPRD Tanjab Barat, Jalan Sri Sudewi, Tungkal IV Kota, Tanjab Barat. Mereka datang menggunakan satu truk dan empat kendaraan pribadi. Di halaman gedung dewan, mereka menggelar aksi penolakan atas ketetapan Pansus I DPRD Tanjab Barat, terkait penetapan ibu kota Kecamatan Muara Papalik. Salah satu tulisan yang dibawa, meminta agar DPRD menunda keputusan soal pemekaran Kecamatan Merlung, khususnya penetapan Desa Rantau Badak sebagai ibu kota Kecamatan Muara Papalik. Mereka juga menyampaikan bahwa Desa Dusun Mudo, adalah desa yang lebih tua dari Desa Rantau Badak. Bahkan, raja-raja terdahulu, seperti isi selebaran yang disebarkan seorang pendemo, menegaskan Dusun Mudo merupakan desa tertua di Kecamatan Merlung. “Ada bukti-bukti sejarah yang menegaskan Dusun Mudo sebagai desa tertua di Tanjab Barat,” tegas Ripin, seorang demonstran.




Ditambahkannya, bukti-bukti sejarah itulah, yang seharusnya menjadi penilaian khusus, terkait penetapan ibu kota Kecamatan Muara Papalik. “Mestinya Dusun Mudo yang lebih pentas jadi ibu kota kecamatan, bukan Rantau Badak,” ujarnya. Aksi demo itu, berjalan damai. Dua peleton petugas dari Polres Tanjab Barat, 20 anggota Satpol PP, dan beberapa anggota Kodim 0419 Tanjung Jabung, bersiaga penuh di sekitar gedung dewan, sekitar pukul 13.00 WIB. Usai menyampaikan aspirasi mereka, empat utusan warga disambut Ketua DPRD Tanjab Barat Umar Ibrahim, di ruang kerjanya. Dalam pertemuan, Umar menjanjikan kepada mereka bahwa dewan akan mempertimbangkan aspirasi masyarakat Dusun Mudo tersebut.(nas)

Baca Selengkapnya.... -
Safrial Kembali Rombak Kabinet
Jambi Ekspres Tuesday, 15 July 2008

KUALATUNGKAL – Bupati Tanjab Barat, DR Ir Safrial MS, kembali melakukan reshuffle (pergantian,red) kabinet. Kali ini, pejabat yang terkena imbasnya adalah pejabat eselon III dan IV. Jumlahnya pun tak main-main yakni mencapai 31 pejabat structural. Mereka teridiri dari para camat, sekcam dan lurah. Pada acara yang sama, bupati juga meresmikan delapan kecamatan baru. Masing–masing Kecamatan Bram Itam dan Seberang Kota yang merupakan pemekaran Kecamatan Tungkalilir. Kecamatan Kuala Betara yang merupakan pemekaran Kecamatan Betara dan Kecamatan Senyerang yang merupakan pemekaran Kecamatan Pengabuan.

Di samping itu, Kecamatan Tebingtinggi dan Batangasam yang merupakan pemekaran Kecamatan Tungkalulu serta Kecamatan Muara Papalik dan Ranah Mendaluh hasil pemerkaran Kecamatan Merlung. “Saya harapkan kepada para pejabat yang baru dilantik agar dapat bekerja dengan sebaik-baiknya, karena tugas berat yang harus dilaksanakan sudah menanti,”pinta Bupati.

Dia mengemukakan, pemekaran kecamatan sudah lama diprogram pemkab Tanjab Barat. Tujuannya adalah untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta memperpendek rentang kendali pelayanan. Sementara, mengenai berbagai sarana dan prasarana yang masih terbatas di kecamatan baru lanjutnya, akan diupayakan pemenuhannya secara bertahap. “Kita menyadari masih banyak kekurangan termasuk dari sisi personalia, tapi semua kekurangan itu tetap akan kita penuhi dan terus tingkatkan,’’ujarnya.

Menyinggung tentang proses pengangkatan calon camat, Sekcam dan Lurah, bupati menyebutkan telah dilakukan sesuai prosedur dan melalui seleksi yang ketat termasuk fit and Proper Tes. Maksudnya tidak lain, untuk melihat dan menguji kemampuan serta kelayakan figure bakal camat itu sendiri serta visi dan misinya baik di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. “Para istri calon camat yang akan mendampingi suami saat bertugas juga telah kita uji. Misalnya, terkait dengan pengetahuan tentang PKK dan dharma wanita,’’tambah Safrial

Baca Selengkapnya.... -

Wabup Tak Cemas

KUALATUNGKAL - Menanggapi tuntutan masyarakat Kecamatan Tungkal Ulu dan Merlung yang berniat memisahkan diri dari otoritas Kabupaten Tanjab Barat, Wakil Bupati Tanjab Barat HM Yamin SH mengaku tak cemas sedikitpun.

Menurut Yamin, tuntutan tersebut masih dikategorikan aspirasi masyarakat yang harus ditampung eksekutif. Selain Selain itu, dia telah memetakan dan tahu persis “kekuatan” yang mengaku perwakilan masyarakat dan menyuarakan pemekaran itu.

“Kalau hanya suara dari beberapa orang, kan bukan berarti semua unsur masyarakat mempunyai keinginan yang sama,” katanya kepada Radar Tanjab disela acara pemberian remisi narapidana Lapas Kualatungkal, Kamis (16/08).

Dikatakan, niat untuk memisahkan diri bisa terealisasi jika memang semua syarat telah terpenuhi. “Tidak bisa mengandalkan semangat saja. Apakah nanti bisa dipertanggungjawabkan dan bisa melayani beragam kepentingan masyarakat disana,” tambahnya.

Kendati demikian, Yamin tak menampik sumbangsih dari kedua daerah tersebut terhadap kemajuan pembangunan Kabupaten Tanjab Barat.

“Saya menilai aspirasi itu sah-sah saja. Dan normal dalam kehidupan bernegara. Asal bertanggungjawab dengan apa yang dikatakan. Dan jangan anarkis,” tukasnya.

Ketika disinggung suara dari dua pejabat penting yang juga menyatakan dukungan terhadap pemekaran, yakni Camat Tungkal Ulu, Drs Iswardi serta Camat Merlung, Syamsul Kurnain, Wabup juga itu masih dalam taraf wajar.

“Mereka kan pejabat struktural yang mewakili bupati. Jadi mungkin saja mereka hanya meneruskan suara dari akar rumput. Tidak masalah, dan hal itu tidak akan memanaskan suhu politik ataupun kebijakan kami,” tandasnya.(yud)
Baca Selengkapnya.... -
30 Kubik Kayu Diamankan, Enam Sopir dan Kernet Ditahan
Jambi Ekspres Wednesday, 23 July 2008

JAMBI - Sebanyak 30 meter kubik kayu olahan hasil pembalakan liar, yang dibawa dengan menggunakan enam unit truk Mitsubishi berhasil diamankan Polda Jambi, Selasa (22/07) sekitar pukul 07.00 WIB dilokasi berbeba.

Empat unit truk dengan nopol BG 4158 ML, BG 8297 MJ, BH 8434 AI, dan BH 8823 LL masing-masing membawa lima kubik kayu ditangkap di Simpang IV Merlung, Kecamatan Merlung, Kabupaten Muarojambi. Sedangkan dua unit dua truk dengan nopol BG 8653 AO dan BG 8899 MA ditangkap di Kecamatan Sekernan, Kabupaten Muarojambi.

Barang bukti (BB) dan 7 tersangka masing enam sopir dan satu kernet diamankan di Mapolda Jambi. Tujuh tersangka adalah, Jili (33) sopir, warga Palembang, Mulyadi (27) sopir, Mulyanto (23) kernet warga Palembang, Arsoedin (38) sopir warga Kota Jambi, Suparman (24), sopir, warga Kenal Besar, Kecamatan Kota Baru, Indra Suyanto (27), sopir, warga jalan Sako Baru Kota Jambi dan Hariadi (25) warga jalan Senduduk, Palembang.

Kabid Humas Polda Jambi, AKBP Drs Syamsudin Lubis, SH dikonfirmasi wartawan membenarkan penangkapan pelaku tindak pidana ilegal longging tersebut.

"Sementara ini baru kita tahan tujuh tersangka yakni sopir dan kernek. Kita akan mengembangakan siapa pemilik kayu tersebut," terang Lubis.

Dikatakannya, kayu tersebut sebagian diambil dari area PT WKS. Rencananya, dari Merlung kayu tersebut akan dibawa ke Palembang dan Kota Jambi. "Nopol BG akan dibawa ke Palembang, sedangkan nopol Jambi dijual di Kota Jambi," ungkapnya seraya mengatakan, tersangka bakal dikenakan pasal 50 ayat (3) hurf H jo pasal 78 ayat 7 Undang-undang RI No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan.

Pantauan Jambi Ekspres sekitar pukul 15.00 WIB, lima unit truk setelah ditangkap telah diamankan di Lapangan Hitam Polda Jambi, sedangkan satu truck dalam perjalanan menuju Polda Jambi. Penangkapan 6 unit truk yang membawa kayu tersebut berawal. Senin (21/07) jajaran Sat III Polda Jambi mendapat laporan dari masyarakat bahwa didaerah Merlung ada kegiatan illegal logging. Setelah mendapat info tersebut, tim Polda Jambi dikirim ke Merlung untuk melakukan pengecekan. Setelah dicek ternyata, memang ada kegiatan illegal logging. Kemudian anggota yang menggunakan pakaian preman nongkrong dari sore hingga malam menunggu kendaraan pelaku lewat. Tepat Selasa (22/07) sekitar pukul 07.00 WIB enam kendaraan tersebut lewat. Petugas melihat target operasinya lewat, langsung melakukan penangkapan dan pemeriksaan. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata 30 kubik kayu yang dibawa masing-masing enam unit truk tidak memiliki dokumen resmi sahnya hasil hutan. Selanjutnya, tersangka dan barang bukti digiring ke Mapolda Jambi guna penyelidikan lebih lanjut.

Baca Selengkapnya.... -
Kaya di Desa Transmigran, Sudah Biasa
halaman satu. net 26-01-07 08:44
PDF Cetak E-mail

Foto : Deptan.go.id
Kelapa sawit, mendongkrak ekonomi Desa Bukit Harapan
Deretan rumah tembok dilengkapi parabola merupakan pemandangan yang sangat biasa di Desa Bukit Harapan, Kecamatan Merlung, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Beberapa rumah bahkan dibangun dengan gaya modern, dilengkapi dengan gazebo.

Rumah batu ini menggantikan rumah papan yag diberikan pemerintah pada transmigran perkebunan inti rakyat (PIR) di awal tahun 1991 lalu. Atap seng kini sudah berubah dengan atap genteng. Kalaupun masih dijumpai rumah papan, itupun sudah berbeda dengan kondisi semula. Renovasi dan tambahan sana-sini, menjadikan rumah tersebut lebih layak huni.

Meski belum teraliri listrik pemerintah, di malam hari desa itu tetap benderang dengan diesel. Paling tidak terdapat 880 unit diesel di desa tersebut. Di tiap tiga rumah mereka menggunakan satu diesel. "Sebetulnya lebih murah bila sudah ada listrik, tetapi sampai sekarang belum sampai ke sini," ujar Harsono, Ketua KUD Karya Jaya yang siang itu mengundang saya ke rumahnya. Pengeluaran untuk solar bisa mencapai ratusan ribu rupiah perbulan. Selain listrik, mereka juga belum mendapatkan jalan beraspal.

Di desa ini pada awalnya yang ada hanyalah kemiskinan. Tetapi kini, sebagian besar sudah menjadi petani plasma sawit PT Inti Indosawit Subur yang berhasil. Setiap tanggal gajian – istilah mereka ketika menerima uang hasil setoran sawit dari perusahaan – mereka menggelar pasaran di jalan utama depan pemukiman mereka.

Fasilitas pendidikan untuk anak-anak mereka pun sudah tersedia dari TK hingga SMU. Bahkan SMU perintis yang ada di desa tersebut sudah menghasilkan enam kali kelulusan. Beberapa diantaranya memilih Jambi untuk melanjutkan pendidikan. Untuk melancarkan aktivitas sehari-hari mereka sudah menggunakan sepeda motor, padahal dulunya hanya mengayuh sepeda onthel di antara jalan berdebu.

Bila masing-masing kota besar memakai slogan untuk menegaskan ruh kotanya, Desa Bukit Harapan tidak mau kalah. Slogannya Desa Bukit Harapan Biasa Saja.Kepanjangan dari Bersih, Indah, Aman, Santosa dan Bersahaja. Menariknya, slogan ini juga mereka resapi dalam kehidupannya. Tidak heran kalau mendapatkan penghasilan minimal Rp 2,5 juta perbulan, mereka akan bilang, "biasa saja."

Modal Ikan Asin

Perputaran uang di Koperasi Unit Desa (KUD) Karya Jaya yang cukup tinggi ternyata menjadi incaran perampok. Pada tahun 2000 lalu, petugas KUD yang membawa uang sebanyak Rp 400 juta dirampok dalam perjalanan menuju ke desa. "Sedih sih tapi, ya akhirnya cuma bisa berujar biasa saja,"ujar Ketua KUD Harsono.

Meskipun begitu, mereka tidak mau lagi lengah. Selain menyewa tenaga keamanan, mereka juga menjadi satpam desa. Caranya, setiap tanggal gajian, warga berjaga-jaga di setiap persimpangan jalan desa. Perputaran uang di KUD bisa mencapai lebih dari satu miliar untuk memenuhi kebutuhan pupuk dan penjualan hasil sawit ke perusahaan inti.

Foto : foodmania.blogsome.com
Ikan asin, modal awal KUD Desa Bukit Harapan
Padahal dulunya, untuk membangun KUD pun mereka tidak memiliki uang sama sekali. Dari jatah ikan asin yang diterima transmigran sebanyak lima kilogram perbulannya, mereka kumpulkan sebagian dan dijual. Hasilnya dijadikan simpanan pokok dan simpanan wajib.
Dengan luas lahan 800 hektar ditambah 10 hektar tanah kas desa (TKD) yang dibagikan masing-masing 0,5 hektar pada petani, total lahan ini diperuntukkan 400 kepala keluarga yang dibagi dalam 20 kelompok tani. Hasil produksi rata-rata perbulan dari seluruh kelompok tani tersebut 1.800 ton perbulan. Bagi petani plasma sawit di satuan pemukinan (SP) 4 ini sudah biasa menerima gaji Rp 2,5 juta perbulan untuk satu kapling. Padahal seperti Harsono misalnya mempunyai enam kapling yang setara dengan pendapatan Rp15 juta perbulan. Ada pula yang memiliki 20 kapling.

Kapling-kapling tambahan ini mereka dapatkan dengan membeli dari petani plasma yang memilih kembali ke kampung halaman. Tebusan untuk kapling lahan sawit waktu itu sekitar Rp300.000. Padahal pasaran saat ini mencapai Rp 60 hingga 80 juta perkapling.

Transmigran PIR ini antara lain berasal dari Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat. Dari 400 KK, 50 KK merupakan warga lokal. Tetapi hampir sebagian besar warga lokal tidak bertahan lama jadi transmigran. Kini mungkin hanya tersisa 6 KK saja. "Ini berkaitan dengan etos kerja masing-masing. Yang bertahan hanya mereka yang tekun dan dan yakin dengan perubahan hidup yang lebih baik,"ujar Regional Head Plantation III Jambi Yanus Situmorang kepada SH di kantornya.

Jumlah ini masih ditambah dengan pendatang baru dari Aceh pada tahun 2003 lalu sebanyak 12 KK. Mereka korban dari konflik berkepanjangan di Aceh. Sayangnya, tidak ada lagi jatah lahan untuk mereka. Pemerintah hanya memberikan bantuan Rp7,5 juta per kepala keluarga.

Bukan hanya petani plasma yang mampu membeli kendaraan bermotor. Bahkan hampir semua tenaga upahan mampu membeli kendaraan roda dua. Tenaga upahan ini mempunyai standar upah yang seragam. Untuk memetik sawit tenaga mereka dihargai Rp 65.000 per ton, pemupukan Rp5.000 persak, untuk menyemprot perkapling tidak kurang mereka mendapatkan upah Rp 300.000, upah ini menjadi naik dua kali lipat untuk menebas pohon. Sedangkan bila bekerja serabutan di ladang, mereka akan mendapatkan Rp 25.000 hingga Rp40.000, tergantung lama kerjanya.

Baca Selengkapnya.... -
Penduduk Asli Semakin Terpinggir

Kompas 1 juni 2001
SUDAH belasan tahun perkebunan dan industri perkayuan skala besar dibuka di Kecamatan Tungkal Ulu dan Merlung, Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), Jambi. Apakah warga di sana sudah sejahtera dengan kehadiran mesin uang itu ?

Jawabannya bisa, ya, bisa juga tidak. Banyak elite desa yang menjadi kaya, karena dimanfaatkan investor untuk pembebasan tanah, melakukan penebangan kayu secara liar dan sebagainya.

Hanya saja, secara umum masyarakat di desa-desa asli pada dua kecamatan itu makin terpinggirkan dan hanya menjadi penonton. Mereka belum siap dan tidak pernah disiapkan, untuk memiliki bekal pendidikan dan keterampilan yang cukup untuk ikut berkompetisi dalam merebut peluang kerja dan usaha yang ada dengan aglomerasi industri dan perkebunan itu. Mereka praktis tertinggal segala-galanya.

Dampak dibukanya jalan lintas timur Sumatera (JLTS) di Provinsi Jambi, khususnya Ka-bupaten Tanjabbar, memang luar biasa besar. Di samping aglomerasi industri perkayuan dan perkebunan, Kecamatan Mer-lung dan Tungkal Ulu berkembang dengan pesat. Pusat-pusat perekonomian dan perdagangan baru, seperti Merlung, Suban, Tamanraja dan Tebingtinggi, tumbuh. Muncul berbagai kegiatan usaha, semisal stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), rumah makan, warung, atau bengkel.

Setelah era reformasi, kekurangan dan ketertinggalan masyarakat setempat dalam menangkap peluang kerja, usaha, dan kegiatan bisnis tumbuh menjadi bibit konflik yang subur. Masyarakat dengan bantuan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melakukan unjuk rasa ke DPRD kabupaten dan provinsi. Menggugat dan menuntut sebagian lahan yang digunakan para investor dan sudah jadi perkebunan kelapa sawit dikembalikan kepada mereka.

Dalihnya memang klise. La-han tersebut adalah warisan, ta-nah adat, hak ulayat, yang dicaplok begitu saja, dibayar dengan ganti rugi rendah dan sebagainya. Masyarakat bukan hanya sekadar menuntut, tetapi juga mengancam perusahaan agar mengembalikan lahan, menyerahkan kebun yang sudah jadi, atau membayar lagi ganti rugi serta tuntutan mengukur ulang.

Lebih jauh, masyarakat melakukan panen terhadap kelapa sawit milik perusahaan yang berada di lokasi yang mereka tuntut, merusak dan membakar rumah karyawan perusahaan, alat berat dan sebagainya. Hampir setiap perusahaan atau investor yang menanamkan modalnya di Merlung dan Tungkal Ulu mengalami tuntutan dan gugatan dari masyarakat setempat.

***

PEMBANGUNAN JLTS akhir tahun 1980-an yang melewati Provinsi Jambi bertujuan untuk kelancaran lalu lintas di Pulau Sumatera. Di Jambi, secara langsung berakibat terbukanya daerah terisolir, yaitu Kecamatan Merlung dan Tungkal Ulu di Kabupaten Tanjabbar.

Terbukanya JLTS memberi dampak, sebagian masyarakat tergoda dengan barang-barang konsumtif, seperti televisi, sepeda motor dan perabotan rumah tangga lainya yang merambah sampai ke desa-desa terpencil. Seiring dengan itu, bujuk rayu para pendatang, pemilik uang dan pengusaha dari kota menyebabkan sebagian penduduk melepaskan atau menjual tanah warisan milik mereka yang berada di pinggir jalan JLTS itu.

Tanah yang dijual itu sebelumnya memang tidak menghasilkan, karena tidak diolah, sebagian merupakan perkebunan karet tua yang lebih mirip hutan. Perlahan tetapi pasti, hektar demi hektar tanah milik penduduk asli Kecamatan Merlung dan Tungkal Ulu berpindah kepemilikan dari penduduk asli kepada pendatang.

Di tangan para pendatang, pemilik uang, pensiunan birokrat yang memiliki modal, pengetahuan dan pendidikan, akses kepada teknologi, tanah tersebut diubah menjadi areal perkebunan kelapa sawit yang produktif.

"Kepala Desa Suban, Kecamatan Tungkal Ulu melaporkan kepada saya bahwa nantinya, anak kemenakan mereka berkebun dan tinggal tidak lagi di pinggir JLTS, tapi dua - tiga kilometer masuk ke dalam/belakang. Sebagian besar lahan milik penduduk desa setempat yang berada di pinggir JLTS sudah dijual," kata Bupati Tanjabbar, Usman Ermulan hari Jumat 25 Mei lalu.

"Saya minta kepada kepala desa di Merlung dan Tungkal Ulu, agar masyarakat tidak lagi melakukan penjualan lahan strategis di pinggir jalan dan lahan produktif lainnya. Lahan yang sudah dijual agar diukur dengan benar, kalau yang dijual itu satu hektar, sudahlah satu hektar itu saja. Jangan sampai ditambah lagi ke belakang," tambah Usman. Penduduk ada yang menjual dua hektar, lima hektar, bahkan 10 - 20 hektar.

Keprihatinan dan kecemasan terhadap derasnya arus penjualan lahan masyarakat di Kecamatan Tungkal Ulu dan Merlung, Kabupaten Tanjabbar kepada pendatang tidak hanya dikemukakan Kepala Desa Suban. Sejumlah pejabat di Provinsi Jambi juga merasakan hal yang sama. Perpindahan lahan ini jika tidak ditangani secara pas dan bijak, bisa merupakan bibit konflik horizontal pada masa datang.

"Kami sudah berusaha mencegah dengan cara mengimbau penduduk agar tidak menjual lahan miliknya. Kami sedang merintis mendirikan pesantren moderen di Tungkal Ulu untuk menampung putra-putri setempat dan daerah sekitar. Masyarakat setempat diikutkan pada proyek perkebunan pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) dan Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA)," ungkap Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Muhammad Aman yang asli Merlung.

"Sedang diupayakan agar lahan masyarakat yang masih ada di Merlung dan Tungkal Ulu dibuka untuk perkebunan karet dengan teknologi moderen dan menggunakan bibit unggul. Sosialisasi analisa usaha perkebunan karet sedang dilakukan secara intensif kepada masyarakat setempat," tambah Mu-hammad Aman. (Nasrul Thahar)

Baca Selengkapnya.... -
Kontraktor di Jambi Tak Becus Kerjakan Proyek Jalan
Oleh : Rosenman Manihuruk

21-Jul-2008, 21:45:49 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia - Jambi, Sekelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM) Jambi melakukan unjuk rasa di Dinas Kimpraswil Provinsi Jambi, Senin (21/7) mendesak Kepala Dinas Kimpraswil Provinsi Jambi, Ir. Nino Guritno memblack-list kontraktor pembangunan jalan Merlung Lubuk Kambing-Simpang Niam, Kabupaten Tebo. Desakan itu menyusul adanya temuan kalau pekerjaan jalan tersebut terbengkalai.

Kordinator LSM Jambi, Rijal dalam peryataan sikapnya mengatakan, masyarakat setempat heran dengan pembangunan puluhan kilometer jalan tersebut yang tak pernah kunjung selesai. Pada setiap tahun pemerintah selalu menganggarkan dana untuk pembangunan jalan itu, namun kontraktor yang mengerjakannya tak becus.

"Kita meminta pihak kimpraswil dan kontraktor untuk bertanggung jawab agar dapat mempertanggungjawabkan pekerjaanya di lapangan. Pihak dinas juga selalu memberikan pekerjaan pada salah satu rekanan tanpa melihat kinerja sebelumnya," ujar Rijal.

Menurut pengunjuk rasa, pada saat tender selalu diatur. "Tender yang dilakukan hanyalah sebagai fasilitas saja. Panitia lelang sengaja mengada-ada alas an untuk memenangkan salah satu dari rekanan yang ada. Kita menilai panitia tender tidak professional dalam mengecek atau meneliti bahan perusahaan," ujarnya.

Disebutkan, pekarjaan pihak rekanan (kontraktor) di lapangan dianggap oleh Dinas Kimpraswil Provinsi Jambi selalu bagus dan tidak ada sanggahan apapun. Namun pada kenyataannya kinerja dilapangan tidak becus.

Menanggapi unjuk rasa LSM tersebut, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, H. Soewarno Soerinta mengatakan, jika LSM tersebut memiliki data akurat, pihak kimpraswil harus menegur rekanan yang mengerjakan pekerjaan tersebut.

"Kita minta kontraktor untuk bekerja professional. Karena pembangunan infrastruk tersebut merupakan urat nadi perekonomian di Provinsi Jambi. Jika ada kontraktor yang tak becus mengerjakan proyek harus diblacklist," katanya.***
Baca Selengkapnya.... -
Persatuan Petani Jambi Tuding PT WKS Biadab
Oleh : Chandra Satriawan

24-Jul-2008, 23:22:50 WIB [www.kabarindonesia.com]

Terkait Penangkapan Petani di SP 9 Merlung

KabarIndonesia - Ratusan warga yang mengatasnamakan Persatuan Tani Jambi (PPJ) sekitar pukul 09.30 WIB, Kamis (24/7), mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Kualatungkal. Dalam orasinya, mereka minta Jaksa dan Majelis Hakim yang menangani perkara Samin Bin Abu Karim untuk dibebaskan dari tuntutan hukum.
Pasalnya, Samin yang berprofesi sebagai petani di wilayah SP 9, Kecamatan Merlung, Kabupaten Tanjab Barat ini, telah menjadi korban “rekayasa” PT Wira Karya Sakti atas dugaan penebangan kayu aksasia di areal HTI PT WKS di kawasan SP 9 Merlung.

“Padahal, Pak Samin tidak pernah melakukan hal yang demikian. Saat ditangkap petugas WKS dan anggota TNI yang sedang BKO saat itu, Pak Samin sedang memahat kayu untuk mendirikan pondok di atas lahan miliknya sendiri yang digarap sejak tahun 2003 lalu,” kata pendamping PPJ, Drs. H. Dharaqtuni Dahlan, kepada sejumlah wartawan.

Samin yang ditangkap pada hari Rabu 23 april 2008, sekitar sekitar pukul 10.00 WIB, mengundang rekasi kemarahan para petani. Apalagi saat penangkapan, tidak ada barang bukti potongan kayu akasia seperti yang ditudukan PT WKS. Malah saat Samin dipaksa masuk kedalam mobil, potongan kayu akasia dengan sendirinya sudah ada sebagai barang bukti.

Untuk membutikannya, sesuai dengan kesepakatan, tanggal 30 April 2008 sekitar pukul 13.30 WIB, masing-masing pihak mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) dimana lokasi tempat penebangan kayu akasia oleh Samin seperti yang dituduh PT WKS. Anehnya, baik Samin sebagai tertuduh maupun pihak WKS yang menangkapnya tidak diikutsertakan.

“Bagaimana mencari fakta dan kebenarannya apalagi kedua subjek tersebut tidak dihadirkan. Jika mereka ikut, tentu bisa di kroscek mana yang ditebang. Apakah cocok jenis kayu yang ditebang atau diameternya yang dijadikan alat barang bukti itu. Jangan-jangan ini hanya hasil rekayasa PT WKS. Rakyat SP 7,8 dan 9 sudah kenyang makan kelicikan dan kebiadaban PT WKS,” tandas Dharaqtuni.

Penangkapan terhadap Samin ini kata Dharqtuni, juga berawal dari kemelut lahan sejak awal tahun 2005 lalu ketika PT WKS mendapat SK Menteri Kehutanan Ri No 228/Menhut-II/2004 tanggal 9 Juli 2004. Padahal, sebelum dikeluarkannya SK Menhut tersebut, lahan itu telah digarap para petani termasuk Samin melalui proses adat koperasi Panglimo Rimin yang berbadan hukum No 107/BH/KDK-52/X/1999 Desa Rantau Badak.

Bahkan para petani membuka lahan di SP 7, 8 dan 9, Desa Intan Jaya, Kemang Manis, Bukit Indah, Kecamatan Merlung sejak tahun 2001 dan 2002. “Sesuai SK Menteri Kehutanan RI No 744/Kpts-II/1996 tertanggal 29 November, dalam ayat (I) berbunyi, apabila dalam areal HPHTI terdapat lahan yang telah menjadi hak milik, perkampungan, tegalan, persawahan, atau telah diduduki dan digarap oleh pihak ketiga, maka lahan tersebut tidak termasuk dan dikeluarkan dari areal kerja HPHTI,” ujarnya lagi.

Usai menyampaikan orasi di PN Kualatungkal, tiga perwakilan PPJ diterima ketua majelis hakim PN Kualatungkal Dulaimi SH yang menyidangkan kasus Samin. Dulaimi berharap, rekan-rekan terdakwa Samin untuk bersabar, karena proses sidangnya sedang berjalan.

“Sidang untuk terdakwa Samin ini masih dakwaan Jaksa Penuntut Uumu (JPU), selanjutnya sidang kedua, yakni pemeriksaan saksi-saksi yang akan digelar hari Senin (4/8) ini. Kita tunggu saja putusan akhirnya nanti. Apakah terdawak ini memang bersalah atau tidak. Semunya masih dalam proses,” kata Dulaimi.

Usai tiga perwakilan PPJ melakukan pertemuan dengan majelis hakim, masa PPJ langsung membubarkan diri dengan tertib. Namun masa PPJ mengancam akan menurunkan masa yang lebih banyak lagi apabila Samin tidak dibebakan atas tuduhan PT WKS tersebut***
Baca Selengkapnya.... -
DPR dan Dephut Respon Positif, Soal Sengketa Lahan Warga Merlung Dengan WKS

Jambi Ekspres Tuesday, 11 December 2007

JAMBI – Rencana warga Kecamatan Merlung Kabupaten Tanjungjabung Barat (Tanjabar) untuk menemui langsung pemerintah pusat guna memperjuangkan tanah yang mereka klaim telah diserobot PT WKS akhirnya berhasil. Tanggal 5 Desember 2007 lalu perwakilan warga Merlung akhirnya berhasil mendatangi Komisi IV DPR RI dan juga Wakil Dirjen Hutan dan Tanaman Departemen Kehutanan (Dephut). Beberapa persoalan yang mereka paparkan adalah tentang lahan yang dipercaya warga telah diserobot PT WKS seluas 1.480 hektare, seperti hasil pemetaan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi sebelumnya.

Warga Merlung, Kalmi dan Surfial didampingi oleh H Daraqtuni Dahlan, Wakil Ketua HKTI Provinsi Jambi kemarin kepada Jambi Ekspres mengaku, semua yang selama ini terpendam dan seakan juga dipendam oleh pemerintah daerah Jambi telah diadukan ke pemerintah pusat. “Kita telah menjelaskan tentang penyerobotan lahan warga oleh perusahaan WKS, diantaranya adalah lahan masyarakat SP7, SP8 dan SP9 Kecamatan Merlung,” ujar Kalmi.

Daraq menambahkan, tanah yang diserobot tersebut telah dibuka warga sejak tahun 2002 lalu. Tahun 2004 PT WKS mendapat izin pemanfaatan lahan dengan SK Menhut No 228/Menhut-II seluas 233.251 hektare. “Lantas mengapa rakyat yang dijadikan korban dan diusir, bukankah SK Menhut No 744/KPTS-II tanggal 25 November 1996 tentang hak penguasaan hutan dan tanaman Industri (HPHTI) tidak membolehkan itu,” tegas Daraq.

Dimana disebutkan di dalamnya bahwa apabila di dalam areal HPHTI terdapat lahan yang telah menjadi milik perkampungan, tegalan, persawahan atau telah diduduki dan digarap oleh pihak ketiga, maka lahan tersebut tidak termasuk dan dikeluarkan dari areal kerja HPHTI. “Semua telah kita jelaskan. Bahkan di Komisi IV oleh Ganjar Pranowo telah dijanjikan untuk dirapatkan secepat mungkin dan kasus Merlung akan dibahas dengan beberapa daerah lain dengan kasus serupa. Kita sangat berterimakasih dengan tanggapan pemerintah pusat yang sangat positif,” ujarnya lagi.

Kalmi juga menambahkan, mereka sempat pula menanyakan langsung tindak lanjut surat Gubernur yang sebelumnya dilayangkan ke Dephut, bernomor 552/3975-Dishut/2007 perihal konflik lahan antara masyarakat SP7, SP8 dan SP9 Kecamatan Merlung. Isinya menyebutkan bahwa terhadap areal yang sudah terlanjur dibuka dengan kondisi tanaman lebih dari 2 tahun sebelum SK HPHTI seluas 150 hektare dapat dipertimbangkan untuk diakui dan dikeluarkan dari areal HPHTI PT WKS yang statusnya tetap merupakan kawasan hutan dan dikelola melalui hutan tanaman rakyat (HTR). “Alhamdulillah, pihak Dephut berjanji tengah memproses dan dijanjikan apapun hasilnya nanti tak akan merugikan masyarakat,” lanjutnya. (dpc)

Baca Selengkapnya.... -

Minggu, 27 Juli 2008

Tantangan Menghadapi budaya Era Modern


Tantangan Desa Merlung Menghadapi budaya Era Modern
Letak desa yang strategis dimana tepatnya dipersimpangan lintas timur membuat desa ini cepat berkembang ditambah lagi pendapat di daerah ini boleh dkatakan besar terutama pada sector perkebunan ( Sawit dan Karet ), tapi tidak hanya dampak positif yang timbul, dampak negative juga ikut timbul.
Apakah sanggup untuk tetap memertahankan budaya dan tradisi yang ada? patut kita pertanyakan. Dari merlung menuju kota jambi begitu dekat, desa merlung terletak di pinggir jalan lintas timur yang sudah tentu budaya modern begitu mudah masuk, desa Merlung yang merupakan ibu kota kecamatan pusat perekonomian yang tentu tidak hanya masyarakat sekitar yang datang ke desa Merlung ini, media elektronik seperti televisi, hp yang bukan lagi dianggap barang mewah. Kendaraan yang hilir mudik mempermudah keluar masuk desa ini. Dapat kita lihat adanya perubahan yang walaupun itu itu sikit tapi tampak. Lihat saja cara berpakaian remaja zaman sekarang yang kadang kala tak menghormat tradisi kita tradisi bagsa Indonesia pada umumnya, Tata krama yang mulai memudar. Tak hanya itu sudah mulai tampak seperti adat penikahan yang masyarakat lebih cenderung untuk tradisi ala modern.
Banggakah kita dengan budaya kita? Seharusnya jawabannya adalah ya, karena itulah indentitas kita. Budaya kita diajarkan nutuk bagaimana untuk bertata karma, bagaimana untuk tidak mengarah pada materialis. Bagaimana kita menghormati, menghargai orang lain, bukan untuk mengajarkan budaya pamer.
Ayolah pemuda, masyarakat desa merlung pada khususnya, Indonesia pada umumnya untuk dapat mencintai, menghargai budaya kita sendiri. Kita memang banyak tantangan di era modern ini untuk dapat mempertahankan buadaya asli kita. Tapi kita juga banyak cara untuk dapat mempertahankan budaya asli kita. Tak usah kita terapkan budaya pamer, materil tapi budayakanlah budaya sederhana. Kita boleh menerapkan budaya modern tapi kita harus bisa memfilternya.


Ternyata Kecamatan merlung Kaya Akan Budaya


Tak bisa dipungkiri kecamtan Merlung keadaam Merlung, separo desa yang ada di Merlung merupakan desa yang terbentuk dari transmgrasi yaitu seperti Lampisi,Tanjung Benanak, Bukit Harapan, Adi Purwa, Cinta Damai, Bukit Indah, Kemang Manis, Pinang Gading dan Intan Jaya. Dari semua desa tersebut hanya dibawah 5 % penduduk asli kecamatab Merlung, Penduduknya tidak hanya dating dari pulau Jawa yang nota bene pulau padat penduduk tapi juga ada yang dating seperti dari kerinci propinsi jambi sendiri, lampung, bengkulu, bahkan ada yang dari pulau bali. Pulau jawa saja sudah bermacam budaya apalagi ditambah daerah lain. Tampak jelas bukan hanya suku melayu yang ada di kecamatan Merlung yang merpakan suku asli kecamatan merlung. Walaupun masyarakat yang datangdari berbagai daerah untuk transmigrasi ataupun untuk bekerja tapi tidak melupakan budaya, adat, tradisi, kebiasaan mereka.


Perbedaan suku, ras budaya yang beragam tidaklah membuat daerah ini terpecah belah, perlu diketahui Kecamatan Merlung bisa berkembang karena adanya transmigrasi yang bermata pencaharian sebagai petani sawit dan ada sebagian dari kebun karet. Desa tranmigrasi yang mana telah datang atau terbentuk pada tahun 90 an telah membuat kecamatan merlung ini menjadi berkembang. Membuat kecamatan ini kaya akan budaya..
Baca Selengkapnya.... -
merlung 300 tahun


1600 -
1673
Diperkirakan telah bermukim sekelompok orang di daerah Merlung yang berasal dari Aceh/ Samudra Pasai. Kelompok ini peninggalan zaman kerajaan hindu singosari atau mungkin sriwijaya. Peninggalan dari bagian Kerajaan Melayu Kuntala. Diperkirakan penduduknya berjumlah ± 25 jiwa di desa merlung khususnya.
1760
Datangnya rombongan 199 orang dari Periang, Padang Panjang ke daerah Merlung dan Tungkal Sungai Pengabuan. Rombongan 99 orang yang dipimpin oleh Datuk Andiko melanjutkan perjalanan dan sampailah mereka di sungai pengabuan. Datuk Andiko dan rombongan bertemu sekelompok orang di Pulau Ringan Merlung yang saat itu dipimpin oleh seorang Demong Nato yang memimpin suku nan delapan.
Diperkirakan penduduk desa Merlung saat itu sekitar ± 110 jiwa dan untuk kawasan Merlung dan Tungkal Ulu diperkirakan berkisar ± 670 jiwa.
1763
Setelah bertemu utusan sultan johor yang dipimpin Rajo Talun tahun sebelumnya, Datuk Andiko diperintahkan membuat pemerintahan dibawah kesultanan Johor maka pemerintahan yang dibuat Datuk Andiko adalah pemerintahan Suku yang berjumlah lima bagian diantaranya merlung berubah menjadi Kedemongan Singodilago.
1770
Saat ini datuk Andiko membentuk pemerintahan bidoando yang berdiri dalam empat wilayah kerajaan yang dipimpin oleh Orang Kayo dan yang terluas adalah kerajaan Lubuk Petai wilayahnya mencakup sebagian Merlung, Tanjung Paku, Dusun Mudo, Rantau Badak, dan Taman Raja.
1770-1840
Masa kekuasaan kerajaan nan empat yang berdiri sendiri tapi tetap bersatu di kawasan Merlung dan Tungkal.
1841-1890
Kerajaan Melayu Jambi menguasai daerah ini yang dipimpin oleh sultan Abdurrahman Nazaruddin dengan menempatkan Pangeran Badik Uzaman di Rantau benar menguasai Tungkal Ilir dan Tungkal Ulu.
Pangeran Badik wafat dimakamkan di Rantau Benar.
1840
Lahirnya Nenek Moyang generasi ke-7 bernamo Datuk Sa’idun.
1858
Tungkaldibagi dua yaitu Tungkal Ulu dan Tungkal Ilir, Tungkal Ulu diperintah oleh Paneran Badik sedangkan Tungkal Ilir diperintah Orang Kayo Ario Sentiko , sebelumnya ia pemimpin kerajaan Lubuk Petai, akibat ada perselisihan dengan pangeran Badik , maka ia pergi kedaerah hilir. Oleh Pangeran Adi dibagilah wilayah tungkal menjadi dua.
1858
Lahirnya Pendekar terkuat didaerah tanah Melayu Jambi dan sebagian tanah Riau, bernama Datuk Resat.
1860
Diperkirakan permukiman Desa Merlung menyatu dari semula delapan suku yang saling berpisah tempatnya. Permukiman itu ialah sampai sekarang dimana Desa Merlung berada.
1875
Lahirnya Orang Kayo Dahlan/ Pasirah Patah.
1886
Lahirnya Ulama Besar daerah Merlung dan Tungkal bergelar Datuk Hakim , H. Abdul Aziz.
1900
Belanda dating menginvasi daerah ini, dan menempatkan Konteiler nya di Pematang Pauh.
Kira-kira penduduk Tungkal Ulu dan Merlung saat itu berjumlah 8000 jiwa, dan untuk desa Merlung berkisar ± 900 jiwa.
1901
Belanda dipukul mundur menghadapi perlawanan rakyat bersatu dipimpin oleh Raden Usman anak dari Pangeran Badik
1905-1910
Kerajaan Lubuk Petai dengan pemimpin Orang Kayo Usman masih tetap berdiri, menguasai keseluruhan Tungkal Ulu.
1912
Belanda masuk dengan itikad baik sehingga dapatlah daerah ini dikuasai tapi Belanda tidak menenmpatkan kontelir melainkan ia membuat pemerintahan mengacu pada kerajaan sebelumnya. Maka dibentuklah pemerintahan Margahoofden/parish Merloeng/Toengkal Oeloe berpusat di Merlung menguasai 21 dusun. Dipimpin oleh Orang Kayo / pasirah H. Muhammad Dahlan. Orang Kayo pertama dalam pemerintahan Belanda.
1950
Pemerintahan orang kayo Dahlan berakhir seeiring dengan wafatnya. Pemerintahan orang kayo dahlan terkenal dengan pemerintahan Pasirah Patah, yan pada saat ia memerintah pernah ditembak oleh orang dari jambi.
1951-1965
Setelah habisnya masa jepang dan belanda di Indonesia, maka kerisdenan Jambi mempunyai 3 kabupaten dan saat itu tanjab merupakan daerah kewedanan yang punya lima daerah marga yang masih mengacu pada pemerintahan Belanda. Marga Toengkal Oeloe, pasirah pertamanya ialah M.T. Fachrudin, dengan tetap menguasai 21 doesoen.
1965-1979
Semenjak ditetapkan Tanjab menjadi Kabupaten mulai tgl 10 agustus 1965, maka Tanjung Jabung mempunyai 4 kecamatan. Diantaranya kecamatan Tungkal ulu berpusat di Pelabuhan Dagang. Namun pada saat ini pemerintahan kecamatan beriring berjalan dengan Marga tungkal ulu yang berpusat di Merlung. Namun saat ini keberadaan marga masih tetap berwenang penuh sehingga peran kecamatan tidak begitu kentara di wilyah ini.
1982
Berangsur peran marga menurun semenjak dicetuskan uu no5 thn1979 tentang pokok pemerintahnan desa hingga berakhir tahun 1982.
1982
Desa merlung dibagi dalam 3 dusun
1989
Merlung ditetapkan sebagai kecamatan perwakilan, menguasai 10 desa terus berkembang menjadi 19 pada tahun 1996.
Feb 1995
Terjadinya banjir di desa Merlung yang besar dalam sejarah berdirinya desa ini.

Jan 2001
Kecamatan Merlung berdiri dengan resmi semenjak kabuten Tanjab dimekarkan menjadi dua yaitu kabupaten Tanjab Timur dan Tanjab barat. Merlung dengan 4 kecamatan lainnya berada dalam Kabupaten Tanjabar. Dengan penduduk ± 33.000 jiwa . dan untuk desa Merlung berpenduduk ± 4.250 jiwa ditambah kampung beskamp sekitar 1000 jiwa.
Jan 2002
Terjadi lagi banjir yang cukup besar didesa Merlung juga kawasan kecamatan Merlung dan Tungkal Ulu.
Mei 2002
Merlung dan Kawasannya mempunyai situs bercerita tentang negeri, keekokan dan sejarahnya.
Baca Selengkapnya.... -

Komentar Masuk