Minggu, 22 Maret 2009

Galeri


Galeri



Peta Kawasan Merlung


Masjid Besar Surya Khairudin





Perkebunan Kelapa Sawit Merlung




Simpang Tiga Merlung Pasar




Jembatan Gantung Lubuk Terab





Baca Selengkapnya.... - Galeri

Download


KUMPULAN DOWNLOAD

1.Peta Merlung Download
Baca Selengkapnya.... - Download

Link


LINK SAHABAT DAN YANG BERTAUTAN
DENGAN MERLUNG
Baca Selengkapnya.... - Link

Cerita

Baca Selengkapnya.... - Cerita

Rabu, 18 Maret 2009

Sejarah Merlung


Sejarah hidup dan kehidupan manusia baik dari kelompok kalbu maupun dari daerah asalnya bercorak ragam, ada yang ringkas, ada yang luas, ada yang baik serta ada pula yang buruk. Kesemuanya itu berkaitan dengan perjuangan, perbuatan dan usahanya. Bila sejarah itu diisi dengan kebaikan maka baiklah sejarah itu, sebaliknya bila sejarah itu diisi dengan keburukan maka keburukanlah yang ada pada sejarah itu, karena sejarah tidak akan dapat dirubah atau ditukar.

Mengupas dan melihat kembali sejarah kedatangan penduduk ke Kabupaten Tanjung Jabung Barat ini pepatah adat mengatakan ibarat membangkitkan batang yang terendam, menghidupkan ranting nan mati, menjemput barang nan tertinggal, mengumpulkan barang nan berserak, bak emas pulang ke tambang, bak belut pulang ke Lumpur, tanah pulang ke jati, pendek tangan dek terjangkau, singkat kaki nak melangkah, nak betanyo temanlah pegi, nak belajar gurulah mati, nak mengaji kitablah hilang.


Sejarah kedatangan orang/manusia ke tanjabar batang Pengabuan ini didapat dari riwayat berdasarkan kerapatan/musyawarah dari para Penghulu, Kepala dusun, dan Rio Marga Tungkal Ulu pada tahun 1968 akhir yang dilaksanakan selama 7 hari 7 malam di Pelabuhan Dagang. Adapun nara sumbernya berasal dari sesepuh, orang tuo-tuo dan salah satunya Rio Lubuk Bernai yang tertuo yaitu Rio Muhammad Aji, dari Merlung yaitu Hamzah bin H Tayeb, dari Lubuk Kambing Rio Sigeh, dari Penyabungan yaitu Penghulu Zulkifli, dari Dusun Mudo yaitu Raden Ibrahim, Pelabuhan Dagang yaitu H. Abdullah Riva’I dan lain-lain yang tidak kami sebutkan satu persatu namanya. Mereka semua sepakat untuk menentukan sejarah ini. Sejarah ini kemudian diceritakan kembali oleh Ketua Lembaga Adat Kecamatan Merlung (Rajo Bujang) yang pada waktu itu juga terlibat dalam kerapatan/musyawarah tersebut. Sedangkan nara sumber dari Tungkal Ilir didapat dari Ketua Lembaga Adat Kabupaten Tanjung Jabung Barat yaitu H.Nangyu dan hasil tulisan dari Thamrin Busra yang nara sumbernya juga berasal dari H. Nangyu, H.Hasan, Guru H.Thaib dan M.Thahir (mantan Penghulu Betara Kanan).

Berdasar sejarah dan keterangan yang ada bahwa sebelum abad ke-17 di Tanah Merlung ini sudah didiami manusia sebelum datangnya rombongan 199 orang dari Pariang Padang Panjang dan sebelum masuknya utusan Raja Johor. Dimana sebelum datangnya rombongan 199 orang yang dipimpin oleh Datuk Andiko, di daerah Tungkal Ulu sudah dihuni oleh manusia seperti di Merlung, Tanjung Paku, Suban yang sudah dipimpin oleh seorang Demong. Hanya saja karena kedatangan rombongan 199 dari Pariang Padang Panjang ini jumlahnya cukup besar sehingga menjadi perhatian besar, dimana pada saat itu jumlah sebesar itu baru pertama kali masuk ke wilayah ini. Demikian juga kedatangan Rombongan Datuk Andiko tersebut juga banyak membawa perubahan kehidupan dan peradaban seperti ajaran dan ketentuan hukum adat dan adat sitiadat yang dibawanya.

Kemudian memasuki abad ke-17 ketika itu daerah ini masih disebut Tungkal saja, daerah ini dikuasai atau dibawah Pemerintahan Raja Johor. Dimana yang menjadi wakil Raja Johor di daerah ini pada waktu itu adalah Orang Kayo Depati. Setelah lama memerintah Orang Kayo Depati pulang ke Johor dan ia digantikan oleh Orang Kayo Syahbandar yang berkedudukan di Lubuk Petai. Setelah Orang Kayo Syahbandar kemudian diganti lagi oleh Orang Kayo Ario Santiko yang berkedudukan di Tanjung Agung (Lubuk Petai) dan Datuk Bandar Dayah yang berkedudukan di Batu Ampar, daerahnya meliputi Tanjung Rengas sampai ke Hilir Kuala Tungkal atau Tungkal Ilir sekarang, tapi pada saat itu Kuala Tungkal belum ada didiami manusia.

Memasuki abad ke-18 atau sekitar tahun 1841-1855 Tungkal dikuasai dan dibawah Pemerintahan sultan Jambi yaitu Sultan Abdul Rahman Nasaruddin. Pada saat itu kesultanan Jambi mengirim seorang Pangeran yang bernama Pangeran Badik Uzaman ke Tungkal yaitu Tungkal Ulu sekarang. Kedatangannya disambut baik oleh Orang Kayo Ario Santiko dan Datuk Bandar Dayah.

Selanjutnya sejarah kedatangan manusia ke daerah ini adalah sebagai berikut. Ketika itu beberapa abad yang lalu yaitu diwaktu kemarau panjang terjadi semua sungai-sungai di bagian timur pulau Sumatera mengalami kekeringan termasuk Batang sungai pengabuan. Oleh karena saking keringnya Sungai Pengabuan dulu sehingga sempat ditemukan orang di teluk ayam bertelur di sana dengan kenyataan teluk itu kering pada waktu itu. Teluk tempat ayam bertelur itu terletak di sebelah ilir desa Taman Raja atau sebelah ulu Tebing Tinggi. Ada juga terdapat teluk telago darah yang terletak di desa Rantau Benar yang sampai saat ini bisa kita lihat pada musim kemarau panjang.

Menurut sejarah pada waktu itu sekitar abad 17 datanglah serombongan manusia yang berjumlah 199 orang yang berasal dari Pariang Padang Panjang menuju Tanah Merlung dan Tungkal Batang Pengabuan ini. Kedatangan mereka diperkirakan bertujuan untuk mencari wilayah baru atau membuka daerah baru. Rombongan tersebut dipimpin oleh Penghulu Datuk Andiko dari Pesukuan Chaniago turun ke Tanah Merlung & Tungkal Batang Pengabuan ini yang waktu itu sungai ini belum memiliki nama. Rute perjalanan mereka dimulai melalui turun dari Pariang Padang Panjang menuju durian ditakuk rajo yang diperkirakan diperbatasan antara Jambi Riau. Setelah beberapa hari di sana rombongan berangkat lagi menuju ke sialang belantak besi yang diperkirakan daerah Singkut Sarolangun sekarang. Selanjutnya rombongan tadi melanjutkan perjalanan ke daerah bukit Ambunan Tulang Yang diperkirakan diperbatasan antara Tanah Merlung & Tungkal Batang Pengabuan dengan Tanah Mesumai Tebo. Setelah itu rombongan melanjutkan lagi menuju ke Ulu Batang sungai Pengabuan yaitu Bumbun Sarang Berai, dari sini rombongan menuju ke Labing Batu Betingkap atau yang disebut orang dengan Tunggul nan belepat tempat air terjun sekarang, kemudian turun mengiliri alur batang air disela-sela batu sehingga sampailah di Temulun. Setelah beberapa hari di sana mereka berangkat lagi mengikuti alur batang airdan sampailah di sungai Sangkilan satu buah anak sungai dari Batang sungai pengabuan. Menurut cerita rombongan ini berhenti dan beristirahat beberapa hari dan cukup lama dibandingkan berhenti di tempat lainnya. Di Sangkilan rombongan tersebut berunding untuk bermusyawarah mencari kesepakatan dan kata mufakat sehingga rombongan 199 orang tadi sepakat berpencar menjadi 2 bagian yaitu rombongan 100 orang menunggu di Sangkilan dan rombongan 99 orang mengiliri batang sungai dengan janji 10 sampai 15 hari kembali ke Sangkilan sesuai dengan pepatah petitih adat kato dulu kato berbuat kato kemudian dak becari lagi. Rombongan 99 orang dipimpin langsung oleh Penghulu Datuk Andiko yang juga membawa 2 orang anak kandungnya dan 1 orang anak angkat.

Setelah mengiliri batang sungai yang belum bernama ini diperkirakan rombongan sampai di desa Penyabungan dan pada waktu itu juga belum bernama, maka rombongan berhenti dan beristirahat. Karena diantara rombongan tersebut ada yang membawa ayam, maka sambil beristirahat dan menghilangkan lelah selanjutnya ayam tadi mereka adu atau disabung. Sejak saat itulah mereka memberi nama tempat itu dengan nama Penyabungan. Selanjutnya rombongan ini mengiliri lagi batang sungai dan sampailah mereka di desa Merlung sekarang atau dikatakan pulau ringan yang pada waktu itu diperkirakan berhenti di muara sungai Merlung.
Di pulau Ringan ini rupanya ada penghuninya yang dipimpin oleh seorang Demong Nato dan menurut kisah mereka ini merupakan peninggalan dari kerajaan Melayu Kuntala yang tunduk dengan kerajaan Singosari. Selanjutnya rombongan Penghulu Datuk Andiko berangkat mengiliri sungai dan setelah beberapa hari dalam perjalanan mereka pun tiba di sungai kebanyakan yang waktu itu belum bernama. Rombongan kemudian membuat semacam kemah-kemah dan pada waktu itu disebut kubu-kubuan istilah Johor atau bagan menurut keterangan orang tuo-tuo.

Dikarenakan telah berjalan cukup lama dan jauh, sehingga rombongan Penghulu Datuk Andiko terlupa dengan janji yang telah dibuat semula. Ketika besok harinya akan kembali ke Sangkilan, pada malam harinya turunlan hujan yang cukup deras dan tak henti-hentinya sehingga batang sungai Pengabuan meluap melimpah ke daratan dan disinilah terjadinya putus sungai Asam yang bermuara ke Teluk Lubuk Bandung mengarah ke alur teluk Amburan Jalo. Setelah hujan telah reda maka berangkatlah rombongan menuju ke Ulu, karena air masih cukup besar rombongan agak terlambat sampai di Sangkilan. Setelah sampai di Sangkilan rupanya rombongan yang menunggu di Sangkilan yang berjumlah 100 orang sudah tidak ada lagi, maka ingat dengan pepatah adat ke darat cari jejaknya ke air cari riaknya.

Rombongan 99 orang kemudian meneliti dan mencari jejak dan tampaklah bekas rintisan pancungan kayu kecil-kecil dimana sebahagian juga ada yang dipatahkan menunjukan arah tujuan perjalanan rombongan yang berjumlah 100 orang tadi. Sebagaimana pepatah adat mengatakan jalan nan berintis (berambah) nan diikut batang nan ditebang nan dititi, akhirnya rombongan 99 orang tidak dapat lagi mengikuti jejak karena jejak rintisan yang diikuti semakin jauh ditempuh lalu mereka pun berteriak dan dipekikan serta diteriakan dengan suara yang keras dengan memanjat pokok kayu atau dari atas bukit yang tinggi sehingga terdengarlah jawaban dari rombongan 100 orang tadi dari sayup-sayup semacam isyarat tidak boleh diikuti lagi karena rombongan 99 telah memungkir janji yang telah dibuat. Mendengar jawaban itu, rombongan Penghulu Datuk Andiko pun mengambil langkah baru dan dikarenakan cuaca sudah baik dan sungai telah surut berangkatlah mereka ke tempat bagan yang lama dan beristirahat untuk selamanya.

Sejarah kedatangan masyarakat ke Tanah Merlung & Tungkal batang Pengabuan juga diwarnai kedatangan utusan Raja Talun/Raja Johor sekitar sekitar abad ke-17 sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Raja Talun ini merupakan rajo yang dikenal besutan dimato berajo dihati dan sangat ditakuti serta disegani. Sejak itu Tungkal dibawah Pemerintahan Raja Johor. Pada suatu hari Raja Johor memanggil Tokoh-tokoh masyarakat dan Hulubalang kerajaannya. Dimana Pemerintah kerajaan Johor ingin menambah tanah jajahan, karena tanah wilayah kekuasaannya telah sempit sehingga timbulah suatu ide dari tokoh masyarakat, cerdik pandai di sana untuk menambah tanah jajahan ke wilayah seberang atau bagian timur pulau Sumatera. Setelah bermufakat, maka raja Talun memerintahkan Hulubalang bersama laskar/ tentara kerajaan johor untuk berangkat ke tanah seberang dengan menggunakan perahu layar dengan amanat raja Talun bahwa dimana ada suak-suak atau kuala sungai yang besar harus dimasuki sampai ke hulunya dan bila menemukan barang-barang yang ganjil yang tidak ditemukan di Johor supaya dibawa kehadapan raja.

Setelah perahu layar kerajaan Johor berlayar menuju ke bahagian pantai timur pulau Sumatera akhirnya mereka sampai ke ujung beting sehingga ke Tanjung Babu sekarang dan ketika beberapa orang menoleh ke arah barat dan tampaklah suak yang besar yaitu kuala batang Pengabuan sekarang, maka masuklah perahu layar ke suak Kuala Tungkal sekarang. Selanjutnya mereka terus berlayar menuju ke mudik dan dalam beberapa hari perjalanan sampailah mereka di pedalaman lalu berhentilah diperbatasan air keruh dan air jernih yakni kapan air pasang airnya keruh dan kapan air surut airnya jernih, berkemungkinan inilah diperkirakan Tebing Tinggi sekarang. Selanjutnya perahu mereka meluncur ke arah mudik dan sampailah di muara simpang sungai yang bersimpang dua dimana sebelah kiri mudik sungai Pengabuan dan sebelah kanan batang asam sekarang. Setelah beberapa hari berhenti di simpang muara sungai tadi, ketika hulubalang raja Johor menciduk air terlihatlah olehnya sebutir buah kayu yang bagus dan indah dan belum pernah dilihatnya di Johor. Buah tadi lalu diambil dan dibungkusnya guna diperlihatkan kepada raja Johor sesuai dengan perintah dan amanah raja. Hulubalang beserta rombongan kemudian memutar haluan dan kembali ke Johor, setelah sampai di Johor buah tadi dihadapkan kepada raja. Oleh raja buah tadi dibolak balik dan diamanti, maka hulubalang diperintahkan untuk membelah dan merasakan isi buah tersebut. Setelah dirasakan rupanya buah tadi rasanya asam, maka oleh raja Talun dinamakanlah batang sungai yang sebelah kanan tempat dimana buah tadi ditemukan dengan nama sungai asam dan sampai sekarang belum berubahAlkisah selanjutnya Raja Talun memerintahkan kembali hulubalang dan laskarnya untuk memudiki sungai yang berada disebelah kiri, setibanya di pantai muara sungai batang pengabuan terlihatlah oleh rombongan puntung kayu api yang hanyut. Timbul dipikiran mereka bahwa adanya puntung kayu api berarti ada manusia yang membakarnya dan berarti ada kehidupan di hulu sungai ini. Oleh hulubalang diambil dan dibawalah puntung kayu api tadi lalu memutar haluan kapal layarnya untuk kembali lagi ke Johor guna memperlihatkan puntung kayu api tadi ke raja Johor. Raja Johor kemudian memerintahkan untuk mengumpulkan orang-orang, para ahli tukang kayu dan Tokoh-tokoh masyarakat guna menanyakan nama jenis kayu tadi. Lalu raja Johor bertanya kepada mereka apa nama kayu ini, mereka menyebutnya kayu bengkal. Oleh raja Johor memberi nama sungai tempat dimana kayu tadi ditemukan dengan nama sungai Tungkal.

Berkemungkinan karena kayu itu ditemukan di muara atau kuala, maka disitulah awalnya sebutan Kuala Tungkal, namun pada waktu itu Kuala Tungkal belum ada manusianya.

Selanjutnya Hulubalang beserta laskarnya kembali ke arah mudik tempat pertama mereka memasuki suak ini sehingga sampailah diperbatasan Kuala Dasal sekarang sebelah ulu Pelabuhan Dagang. Setibanya disana terdengarlah suara riuh ramai manusia dan rupanya asal suara itu masih setanjung lagi. Setibanya di asal bunyi suara tadi mereka banyak menemukan kemah-kemah atau kubu-kubuan, bagan kata orang tuo-tuo. Barangkali mereka lah yang membakar kayu yang tempo hari puntungnya ditemukan di kuala sungai. Melihat ini semua hulubalang bersama rombongan dengan cepat memutar haluan kapal layarnya ke Johor untuk melaporkan temuannya kepada raja Johor. Sesampainya di Johor hulubalang melapor dan menghadap raja guna mendapat petunjuk dan perintah apa yang harus dilakukan. Oleh karena begitu banyaknya manusia di sana, maka raja Johor memerintahkan untuk membawa makanan, pakaian dan kain untuk disebarkan di sana. Dan perintah raja setelah disebarkan disana agar mereka dikepung jangan sampai ada yang lari serta setelah mereka berebut makanan dan pakaian segera ditembak dengan senapan tapi tidak menggunakan peluru artinya tembak ke atas, selanjutnya ditanya siapa pemimpinnya, dari mana asalnya dan berapa jumlah mereka, kemudian pujuk mereka supaya tunduk dan mau menjadi pengikut dan rakyat kita.

Setelah semua perintah raja dilaksanakan oleh hulubalang, mereka pun dengan mudah dilumpuhkan dan diperangkap namun pemimpinnya telah keluar dari rombongan. Oleh hulubalang dan rombongan menanyakan kepada mereka, “siapa pemimpin kamu ?”, lalu dijawab mereka “Penghulu Datuk Andiko”. “Dari mana asal kedatangan kamu ?”, dijawab mereka “dari Pariang Padang Panjang”. “Berapa jumlah kamu ?”, dijawab mereka “ tadinya 199 orang, setelah berpencar tinggalah 99 orang”. Selanjutnya ditanya, “dimana pemimpin kamu ?”. Setelah dicari-cari dan dipanggil rupanya Penghulu Datuk Andiko sudah tidak berada lagi ditempat, akhirnya ia dikejar sehingga dapat dan diketemukan di Pesapoan sebuah sungai didekat desa Kampung Baru sekarang dan nama sungai itu sampai sekarang masih Pesapoan. Selanjutnya Penghulu Datuk Andiko dibawa ke rombongan 99 orang untuk berunding secara damai. Setelah perundingan damai Penghulu Datuk Andiko kemudian dibawa ke Johor untuk dihadapkan kepada Raja Talun. Alkisah Penghulu Datuk Andiko bersama Raja Talun membuat perjanjian, antara lain Johor akan memberikan bantuan subsidi sepenuhnya kepada rombongan Penghulu Datuk Andiko. Penghulu Datuk Andiko diminta segera membuat satu wilayah yang tunduk kepada kerajaan Johor, dan berjanji untuk taat dan tunduk kepada raja Johor termasuk menyetorkan hasil bumi setiap tahun kepada Johor seperti : gading, taring, lilin, rotan, jernang, damar dan barang lainnya yang berharga. Selanjutnya Penghulu Datuk Andiko diminta untuk membuat Pemerintahan sendiri namun tetap bernaung dibawah pemimpin raja Talun kerajaan Johor sampai ada ketentuan. Setelah sepakat dan mufakat Penghulu Datuk Andiko dibawa kembali ke rombongannya dengan membawa alat-alat pertanian seperti kapak, beliung, parang, tembilang dsb, tanam-tanaman mudo dan tanaman tuo diantaranya termasuk tanaman pisang yang dibawa dari Johor. Pisang ini setelah ditanam dilarang untuk diganggu karena pisang ini pisang raja Talun namanya, apabila telah berbuah sebagai persembahan kepada raja Talun pada waktu mengantar hasil bumi nantinya.

Sebagaimana telah diceritakan sebelumnya bahwa ketika Penghulu Datuk Andiko pernah singgah di pulau ringan daerah Merlung sempat bertemu masyarakat yang dipimpin oleh seorang Demong. Jadi berdasarkan riwayat Pemerintahan Demong di Tanah Merlung & Tungkal sudah ada sebelum datangnya Penghulu Datuk Andiko seperti Demong di Merlung, Demong di Tanjung Paku, Demong di Suban, mereka ini berasal dari Aceh dan Pasai. Pemerintahan Demong ini merupakan peninggalan dari kerajaan Kuntala, dan kedemongan ini tidak mau tunduk kepada Penghulu Datuk Andiko. Namun karena siasat dan kelicikannya akhirnya kedemongan ini mau tunduk dan berkerjasama.

Pada suatu ketika Penghulu Datuk Andiko pulang dari Johor, Kedemongan tadi diajak berunding dan bermusyawarah supaya sama-sama mendapat bantuan dari raja Johor. Pemerintahan kedemongan akhirnya mau dengan catatan bahwa paham-paham adat istiadat dipakai dan diterima hanya 2 macam yang tidak mau dipakai, pertama rumah tetap kembali ke anak perempuan atau anak bungsu, kedua harta pusako tidak dikembalikan kepada kemenakan. Sampai sekarang paham-paham ini bukan saja dipakai di Merlung tapi di Tungkal Ulu bahkan Jambi masih mengikuti.

Sesuai dengan perjanjian dengan raja Johor selanjutnya Penghulu Datuk Andiko membuat Pemerintahan dan menentukan wilayah Pemerintahannya. Pertama membentuk daerah pesukuan yang terletak dan bernama kedusunan Benaluh yang pemimpinnya bergelar Paduko. Selanjutnya membentuk di Lingkis yang pemimpinnya bergelar Rio Singokarti, dan membentuk lagi di suku Runai air talun yang pemimpinnya bergelar Rio Manaleko Eleng, serta suku Dusun Baru dibalik bukit yang pemimpinnya bergelar Rio Manaleko Panai (Lubuk Bernai sekarang). Kedemongan di Merlung berubah menjadi Demong Singodilago.

Setelah membentuk Pemerintahan, maka pada tahun itu juga Penghulu Datuk Andiko langsung membuat batas wilayah sebagaimana telah dikemukakan dalam batas wilayah sebelumnya. Dimana batas itu dimulai dari Bumbun Sarang Murai mengarah ke Labing Batu Betingkap bahkan sampai ke air alas alang tigo pulau berhala, Pulau Kijang dan Bukit Cundung Retih Riau.

Setelah pemerintahan dan batas wilayah terbentuk, selanjutnya tahun ke depan rombongan Andiko menepati janji dengan mengantar hasil bumi sebagaimana perjanjian dengan raja Johor. Oleh karena mereka tidak mempunyai perahu, maka rombongan ini membuat rakit dengan menebang pohon kayu kulim. Setelah rakit yang diberi nama rakit kulim betimbo lekar dengan kesaktian Andiko airpun dalam dan mereka pun langsung berangkat ke Johor. Sesampai di Johor Datuk Andiko pun menghadap raja Johor untuk menyerahkan hasil bumi yang dibawanya, namun permintaan beliau agar raja melihatnya langsung ke dermaga. Setelah raja sampai di dermaga, maka barang bawaan pun dibongkar dan menurut cerita setelah semua barang dibongkar rakitpun tenggelam. Selanjutnya Datuk Andiko diajak ke rumah raja dan setelah bercerita dan berunding panjang lebar Datuk Andiko pun berpamitan dengan raja untuk kembali ke tanah tungkal. Oleh karena tadinya tidak mempunyai perahu, maka oleh raja Johor diberi sebuah perahu layar.

Besok harinya berangkatlah Datuk Andiko ke Tanah Tungkal.Tetapi setelah dalam perjalanan Andiko bertemu sebuah perahu lambuk dari kejauhan terkatung-katung di tengah lautan. Perahu tersebut kemudian dihampiri ternyata hanya ada seorang anak laki-laki, yang menurut cerita anak itu namanya Lamsasati, dan ia tidak tahu dari mana asalnya. Akhirnya anak ini dibawa oleh Datuk Andiko bersama dengan perahu lambuknya tadi sampai menuju ke Taman Raja.

Setelah hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun hasil bumi pun terkumpul untuk dipersembahkan lagi ke raja Johor, maka berangkatlah Datuk Andiko ke Johor. Pada waktu keberangkatan yang kedua ini beliau membawa anak angkatnya Lamsasati.

Sesampainya di Johor Datuk Andiko langsung menghadap raja dengan membawa serta setandan pisang untuk dipersembahkan kepada raja, yang pada saat itu pisang tersebut bernama pisang rajaTalun. Seketika itu juga raja Johor menanyakan nama pisang itu kepada Datuk Andiko. Datuk Andiko mendengar pertanyaan itu menjadi kaku dan bingung untuk menjawabnya lantaran kalau disebut pisang raja talun takut dikutuk namo rajo. Tanpa disangka oleh Andiko, anak angkatnya Lamsasati menjawabnya dengan cepat dan pas, “pisang ini bernama pisang rajo kedasun, Tuanku”.

Mendengar kecerdikan anak itu raja langsung menanyakan kepada Andiko, “dimana engkau menemukan anak ini ?” Dijawab Andiko dengan tegas tanpa ragu-ragu, “anak ini saya temukan di dalam perahu yang terkatung-katung dibagian wilayah saya, Tuanku”. “Siapa nama anak ini ?’ Tanya raja kemudian. “ Oleh anak tersebut menjawab dengan tegas, “nama saya Lamsasati, Tuanku”.

Ketika itulah Datuk Andiko mendapat penghargaan yang tidak ternilai harganya. Kata raja mulai tahun-tahun berikutnya kamu tidak perlu lagi membawa hasil dari daerahmu ke Johor, manfaatkanlah dan pergunakanlah untuk kepentingan rakyatmu yang banyak dan peliharalah anak ini dengan baik dan bila perlu angkatlah anak ini sebagai raja nantinya.

Kemudian berlayarlah Andiko ke Tanah Merlung & Tungkal Batang Pengabuan. Singkat cerita setelah sampai Datuk Andiko berteriak mengucapkan “Allahu Akbar-Allahu Akbar, beruntung-beruntung sekali”. Mendengar ucapan Datuk Andiko tersebut rakyatnya menjadi heran dan langsung bertanya apa maksud yang diucapkan Datuk Andiko itu. “Alhamdulillah, kita semua dianugerah oleh Allah.”

Dari kisah tersebut diatas dapat kita renungkan bahwa ibarat pepatah adat mengatakan : perut kenyang penyakit angsur, obat tibo penyakit lari, anak dapat hartopun dapat, pucuk dicinto ulampun tibo, bukan untung lagilah tuah, bukan tuah lah pendapatan adalah suatu ketaatan dan kejujuran kita semua.

Setelah anak angkat yang bernama Lamsasati semakin besar dan dewasa, maka timbulah ide baru dan langkah Datuk Andiko untuk kepentingan dan kelangsungan jalannya Pemerintahan yang ada. Oleh sebab itu, Datuk Andiko membuat Pemerintahan yang berskala besar yaitu Pemerintahan Bidoando nan empat antara lain : Pemerintahan di Lubuk Petai dengan Kepala Pesukuan bergelar Rajo Orang Kayo Rajo Laksmana meliputi wilayah yang luas sekali kecuali Rantau Badak, Tanjung Paku, Merlung sebagian dan pasarnya terletak di Taman Raja, pada waktu itu Taman Raja masih bernama Pekan. Kemudian membentuk lagi Suku Teberau yang kepala pesukuannya bernama Orang Kayo Depati yang meliputi Pulau Pauh, Penyabungan dan Lubuk Terap. Selanjutnya Suku Sungai Landul di Badang, pesukuan Mandah Orang Kayo ini adalah Orang Kayo Lamsasati kemudian berubah menjadi Orang Kayo Alamsyah, wilayahnya meliputi Tanjung Bojo sampai Tebing Tinggi termasuk Senyerang, Teluk Ketapang dan Sungai Kayu Aro sebagian. Suku Bulan Munti yang kepala pesukuannya bergelar Datuk Bendar. Datuk Bendar inilah pembuat Undang-undang di jaman pemerintahan yang wilayahnya meliputi Pelabuhan Dagang, Pematang Pauh, Kuala Dasal sampai sebagian Teluk Bengkah Tebing Tinggi.

Berdasarkan sejarah bahwa suku-suku Bidoando inilah yang pada zaman pemerintahan waktu itu sampai lahirnya UU No.5 tahun 1979 yang boleh diambil dan diangkat menjadi Datuk Orang Kayo atau Pesirah. Sedangkan suku-suku nan tigo seperti Rio termasuk Demong hanya boleh menunjuk calon saja, karena pesukuan ini hanya minoritas.

Sebagai pedoman adat istiadat pada waktu itu apabila Datuk Orang Kayo berasal dari suku-suku nan tigo, maka suku nan tigo melanggar adat merebut undang atau dimakan sumpah dan adat ke atas tidak berpucuk kebawah tidak berurat ditengah-tengah dilarik kumbang, hidup segan mati dak mau, hidup bak kerakap memanjat batu, desa sekalang kabut, rantau sigajah bingung, tidak tentu hilir mudik, yang kecil tidak takut kepado nan tuo, nan tuo idak segan kepado nan mudo, yang alim tidak sekitab, cerdik tidak seandiko.

Menurut alkisah sebelum Penghulu Datuk Andiko kembali ke daerah asalnya Sumatera Barat, selain menyusun pemerintahan beliau juga membagi dan membentuk dusun-dusun dan teratak-teratak untuk memekarkan wilayah pendudukannya.

Pemerintahannya pada waktu itu berpedoman kepada adat nan kawi pesakoan nan lazim sebagaimana dibuat di Pariang Padang Panjang yaitu titian teras betanggo batu, baju bejahit nan dipakai, batang nan ditebang nan dititi, jalan nan berambah nan diikuti nan ditempuh. Tidak berlaku hukum belah buluh satu dipijak satu diangkat, maka Penghulu Andiko menyusun pemerintahan dengan secermat-cermatnya melalui duduk besamo, duduk samo rendah tegak samo tinggi. Adat yang diterima dan dikembangkan itu adalah adat yang bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah, syarak yang mengato adat nan memakai. Adapun adat yang disusun oleh Andiko adalah adat nan 4 yaitu adat istiadat, adat nan diadatkan, adat nan beradat dan adat nan sebenar adat.


Pada zaman pemerintahan orang kayo dahulunya, mereka tidak mau tunduk dengan daerah manapun, tapi mempunyai otonomi sendiri. Baik itu Orang Kayo Rajo Laksmano, Orang Kayo Depati, Orang Kayo Teberau dan Orang kayo Bulan Munti, namun mereka ini tetap bersatu .

Kemudian sekitar tahun 1841-1855 pada waktu itu datanglah Pemerintahan dari Jambi yang dipimpin oleh Pangeran Badik Uzaman, pusat pemerintahan adalah di Rantau Benar, dan sejak itu Merlung & Tungkal dibawah Pemerintahan kesultanan Jambi. Walaupun kedatangan Pangeran Badik Uzaman ini disambut baik oleh Orang Kayo Ario Santiko dan Datuk Bandar Dayah, tetapi setelah beberapa lama terjadi perselisihan. Sehingga Orang Kayo Santiko dan Datuk Bandar Dayah serta keluarga besarnya melarikan diri ke hilir sungai, dan mereka menetap di sungai Baung di hilir Teluk Nilau. Namun perselisihan ini kemudian dapat diselesaikan oleh Pangeran Adi yang diutus oleh Sultan Jambi untuk menyelesaikannya. Sejak selesainya perselihan itu dan mereka dapat didamaikan, maka oleh Pangeran Adi Wilayah Tungkal dibagi 2 menjadi 2 bagian yaitu : pertama daerah Lumahan ke ulu dipegang oleh Badik Uzaman , kedua daerah ilir dari Lumahan ke laut belum ada pemimpinnya. Sehingga oleh pemerintahan Jambi memerintahkan siapa yang memenangkan sejarah Pulau Berhala akan diberi hadiah menjadi pangeran yang akan memimpin daerah yang kedua yaitu dari Lumahan ke laut.


Oleh karena pada saat itu Orang Kayo Ario Santiko yang menurut kisah beliau ini adalah seorang keturunan arab yang berasal dari Aceh dan bernama Said Idrus. Ia sangat hafal dan menguasai dan mampu menjelaskan bahwa Pulau Berhala itu teluknya sekian, tanjungnya sekian dan setelah dilihat dan diteliti kelapangan benarlah apa yang dikatakannya. Oleh karena itu, Said Idrus diberi keistimewaan untuk mengurus daerah ilir serta ia diberi gelar Pangeran Wiro Kesumo.

Setelah berapa lama, ketika tahun 1901 kerajaan Jambi takluk keseluruhannya kepada Pemerintahan Belanda termasuk Tanah Tungkal khususnya di Tungkal Ulu yang Konteleir jenderalnya berkedudukan di Pematang Pauh. Sehingga pecahlah perperangan antara masyarakat Tungkal Ulu dan Merlung dengan Belanda. Karena mendapat serangan yang cukup berat akhirnya pemerintahan Belanda mengundurkan diri dan hengkang dari wilayah itu. Perperangan itu dipimpin oleh Raden Usman anak dari Badik Uzaman. Raden Usman kemudian wafat dan dimakamkan di Pelabuhan Dagang.

Selanjutnya munculah Pemerintahan kerajaan Lubuk Petai yang dipimpin oleh Orang Kayo Usman. Orang Kayo Usman Lubuk Petai kemudian membentuk pemerintahan baru. Pada waktu itu dibentuklah oleh H. Muhammad Dahlan Orang Kayo yang pertama dalam penyusunan pemerintahan yang baru.

Orang Kayo pertama ini pada waktu masih diintip dan diserang oleh rombongan dari Jambi. Ia diserang dan ditembak dirumahnya lalu patah. Maka bernamalah pemerintahan itu dengan Pemerintahan Pesirah Patah sampai zaman kemerdekaan. Dusun-dusun pada pemerintahan Pesirah Patah dan asal mula namanya adalah :
o Dusun Lubuk Kambing tadinya berasal dari Benaluh dan Lingkis.
o Dusun Sungai Rotan tadinya berasal dari dusun Timong dalam.
o Dusun Rantau Benar tadinya berasal dari Riak Runai dan Air Talun.
o Dusun Pulau Pauh tadinya berasal dari kampung Jelmu pulau Embacang.
o Dusun Penyabungan dan Lubuk Terap berasal dari Suku Teberau.
o Dusun Merlung tadinya berasal dari suku Pulau Ringan yang dibagi lagi dalam beberapa suku yaitu : Pulau Ringan, Kebon Tengah, Langkat, Aur Duri, Kuburan Panjang, Gemuruh, dan Teluk yang tunduk dengan Demong.
o Dusun Tanjung Paku tadinya berasal dari Tangga Larik.
o Dusun Rantau Badak tadinya berasal dari Dusun Lubuk Lalang dan Tanjung Kemang.

o Dusun Mudo tadinya Talang Tungkal dan Lubuk Petai.
o Dusun Kuala Dasal yang pada waktu itu belum lahir adalah dusun Pecang Belango.
o Dusun Badang tadinya berasal dari Badang Lepang di dalam.
o Dusun Tanjung Tayas tadinya berasal dari Bumbung.
o Dusun Pematang Pauh.
o Dusun Batu Ampar yang sekarang menjadi Pelabuhan Dagang.
o Dusun Taman Raja tadinya bernama Pekan atau pasar dari kerajaan Lubuk Petai. Kemudian disebut Taman Raja karena dulunya merupakan tempat pertemuan dan musyawarah raja Lubuk Petai dan Raja Gagak.
o Dusun Suban tadinya berasal dari Suban Dalam.
o Dusun Lubuk Bernai tadinya Tanjung Getting dan Lubuk Lawas.
o Dusun Kampung Baru.
o Dusun Tanjung Bojo.
o Dusun Kebun.
o Dusun Tebing Tinggi.
o Dusun Teluk Ketapang.
o Dusun Senyerang, berdasarkan cerita yang sudah melegenda dari masyarakat senyerang, bahwa dahulu jauh sebelum pemukiman penduduk menjadi kampung, pada waktu masyarakat mengadakan panen sering mendapat gangguan dan diserang perampok untuk mengambil hasil panen mereka. Dengan seringnya mendapat gangguan ini akhirnya masyarakat mengadakan musyawarah dan mufakat untuk bersama-sama mengadakan penjagaan kampung dari serangan perampok tersebut. Untuk menjaga kampung ini maka penjagaan dibagi 2 wilayah, dimana untuk menjaga serangan dari iIir dipusatkan di kuala sungai senyerang kecil dan untuk menjaga serangan dari ulu dipusatkan di kuala sungai senyerang besar. Akhirnya masyarakatpun merasa aman dan terciptalah kondisi kampung yang aman sebagaimana seloko adat teluk tenang rantau beriak, air jernih ikannyo jinak, rumput panjang kerbaunyo gemuk, bumi aman padi menjadi. Maka atas kata sepakat seluruh penduduk sesuai pepatah adat elok kato oleh mufakat, gawe menjadi karena bersamo dimana berdasarkan fakta dan keberadaan pemukiman penduduk yang diapit oleh 2 anak sungai yaitu sungai senyerang besar dan sungai senyerang kecil selanjutnya ditetapkanlah nama dusun ini dengan nama Senyerang sampai sekarang menjadi desa Seyerang.

Zaman Pemerintahan Orang Kayo H. Muhammad Dahlan berakhir sampai sekitar tahun 1949, kemudian barulah gelar Orang Kayo berubah menjadi Pesirah sekitar tahun 1951. Adapun para Pesirah di tanah tungkal ini dahulunya adalah :

Marga Tungkal Ulu :
- Pesirah MT. Fahruddin (1951-1953).
- Pesirah Daeng Ahmad anak dari H. Dahlan (1953-1959)
- Pesirah Zikwan Tayeb (1959-1967).
- 1969 masa transisi perubahan Marga.
- Syafei Manturidi (1969-1973).
- Adnan Makruf (1974-1982).

Marga Tungkal Ilir :
- Raden Syamsuddin (Pamaraf).
- M. Jamin.
- Pesirah H.Berahim.
- Pesirah Ahmad .
- Pesirah Asmuni.
- Pesirah H.M.Taher.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pada waktu itu Batang Pengabuan dulunya belum bernama dan belum populer. Sejarah Batang Sungai Pengabuan ini menurut cerita berasal dari sejarah paham agama Hindu yang pada waktu itu menganggap sungai ini adalah salah satu sungai suci. Karena sungai ini adalah satu-satu sungai yang ada di sebelah timur Pulau Sumatera relatif jauh di air pasang sampai 7 – 8 jam perjalanan sedangkan sungai lain tidak seperti itu. Sungai ini dianggap suci sehingga menjadi tempat pembuangan abu-abuan mayat umat Hindu apabila telah dibakar. Asal kata Kubu-kubuan istilah Johor juga melekat menjadi Pengabuan. Sehingga kata kubu-kubuan dan abu-abuan digabungkan menurut alkisah menjadilah nama Pengabuan, Batang Sungai Pengabuan sekarang.

Semenjak ditetapkan Tanjab menjadi Kabupaten mulai tgl 10 agustus 1965, maka Tanjung Jabung mempunyai 4 kecamatan. Diantaranya kecamatan Tungkal ulu berpusat di Pelabuhan Dagang. Namun pada saat ini pemerintahan kecamatan beriring berjalan dengan Marga tungkal ulu yang berpusat di Merlung. Namun saat ini keberadaan marga masih tetap berwenang penuh sehingga peran kecamatan tidak begitu kentara di wilyah ini. Berangsur peran marga menurun semenjak dicetuskan uu no5 thn1979 tentang pokok pemerintahnan desa hingga berakhir tahun 1982.
Pada tahun 1996 merlung ditetaapkan sebagai kecamatan perwakilan yang semula terdiri dari 10 desa dan berkembang menjadi 19 desa seiring dengan di tetapkan nya kawasan transmigrasi menjadi desa. Kecamatan Merlung berdiri dengan resmi semenjak kabuten Tanjab dimekarkan menjadi dua yaitu kabupaten Tanjab Timur dan Tanjab barat. Merlung dengan 4 kecamatan lainnya berada dalam Kabupaten Tanjabar. Dengan penduduk ± 33.000 jiwa . dan untuk desa Merlung berpenduduk ± 4.250 jiwa ditambah kampung beskamp sekitar 1000 jiwa.
Pada mei 2008 Kecamatan Merlung Di mekatkan lagi menjadi 3 kecamatan yakniKecamatan Merlung dengan ibukota Merlung terdiri dari 7 desa, Kecamatan Ranah Mendalu dengan Ibukota Lubuk Kambing terdiri 7 desa dan Kecamatan Muara Papalik dengan Ibukota Ranatau Badak terdiri dari 5 desa.
Sumber data : Buku Dinamika Adat Masyarakat Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Tim Penulis :
Ketua : Ardhian, S.sos.
Anggota : Rajo Bujang.
M. Abdi.
M.Nasir Mukhtar
Hermanto,B
Drs. Mukhlis, M.si.
Baca Selengkapnya.... - Sejarah Merlung

Profil Merlung

Geograpi





Kecamatan Merlung merupakan kecamatan dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat Propinsi Jambi. Pada tahu 1996 kecamatan merlung ditetapkan sebagai kecamtan perwakilan dan resmi menjadi kecamatan pada tahun 2000, berdasarkan Peraturan daerah No 05 Tahun 2000, dan resmi pisah dari kecamatan Tungkal ulu. Pada tahun 2008 kecamatan merlung kembali dimekarkan menjadi 3 kecamatan yakni, kecamatan ranah mendalu, kecamatan muara papalik dan kecamatan merlung. Kecamatan Merlung Terdiri Dari 7 desa.
Letak wilayah Kabupaten Kerinci secara geografis adalah diantara - sampai - lintang selatan dan - sampai - bujur timur dengan ibu kota Sungai Penuh yang berjarak 120 km dari Kota Jambi, dengan batas-batas sebagai berikut :
Utara : Kecamatan Tungkal Ulu Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Selatan : Kecamatan Mersam dan Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari.
Barat : Kecamatan Ranah Mendalu kabupaten tanjung jabung barat.
Timur : kecamatan muara papalik kabupaten tanjung jabung barat.
Merlung terletak > 25 m dari permukaan laut, dengan jenis tanah Podsolik Merah Kuning, Glyhumus, Hidro Morfik Klabu.
Wilayah kecamatan merlung meliputi : Desa merlung, desa penyabungan, desa lubuk terap, desa tanjung paku, desa adi purwa, desa pinang gading dan desa Tanjung Benanak.

Luas Wilayah
Dlam Pencahaian Data

Topograpi

Penduduk
Jumlah penduduk –

Penduduk Kecamatan Merlung sebagian besar merupakan suku Melayu di ikuti Jawa, medan dan suku lain. Sebenarnya masyarakat Kecamatan Merlung boleh dikatakan masyarakat majemuk sebab 4 dari 7 desa di kecamatan Merlung merupakan desa transmigrasi yang mana penduduk nya dating dari luar Provinsi Jambi terutama Pulau jawa dan nias.
Sebagian besar penduduk menganut agama Islam (99%) di ikuti Kristen dan agama lain nya. Mata pencaharian sebagian besar adalah tani dan di ikuti usaha dagang.

Sosial Budaya
Kecamatan Merlung Merupakan Masyarakat Majemuk yang mempunyai banyak budaya, adat istiadat, penduduk asli merupakan suku melayu yang mana banyak mengikuti tradisi melayu, yamg khas untuk merlung adalah upacara pernikahan, gotong royong,.
Perekonomian
Perekonomian di Kecamatan Merlung paling utama di dukung oleh bidang pertanian, dimana terdapat perkebunan kelapa sawit yang besar baik perusahaan maupun kebun plasma milik rakyat, di ikuti perkebunan karet yang ada sejak dulu yang mana rata rata di miliki rakyat/ sector lain yaitu dagang dimana merlung merupakan pusat perdagangan Tanjung Jabung Barat Bagian ulu.

Potensi
- Perkebunan Kelapa Sawit Yang Luas
- Perkebunan Karet
- Usaha Dagang, dimana letak merlung sangat lah strategi dimana di lewat jalan lintas timur ( Sumsel, Kota Jambi – Riau), Jalan Menuju Kabupaten Muaro Bungo, provinsi Sumbar, Menuju Kuala Tungkal (pesisir)
- Jumlah Penduduk
- Tambang batu bara
Baca Selengkapnya.... - Profil Merlung

Komentar Masuk