Sabtu, 01 November 2008

Pencabutan Izin Pabrik Kelapa Sawit


Oleh : Daryono

28-Okt-2008, 19:30:13 WIB - [www.kabarindonesia.com]

Kabarindonesia- JAMBI, Krisis keuangan global berdampak terhadap anjloknya harga karet dan CPO. Sehingga sangat memukul perekonomian petani perkebunan di Propinsi Jambi. Gubernur Jambi DRS ZULKIFLI NURDIN Selasa 28 Oktober 2008 mengadakan rapat dengan 32 Pabrik Kelapa Sawit, Puskud, Asosiasi petani dan Asosiasi Pabrik Kelapa Sawit. Rapat juga dihadiri oleh Kepala Dinas Perkebunan Propinsi Jambi M ALI LUBIS.


Sejumlah perusahaan Pabrik Kelapa Sawit mengaku saat ini sulit untuk menjual CPOnya. Dikatakan oleh Pimnpinan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kirana Sekernan; BENLY TARIGAN. Sementara harga terus melorot, di lain pihak harga buah sawit (TBS) yang rendah sangat dikeluhkan para petani yang mengandalkan pendapatannya dari hasil penjualan buah sawit kepada Pabrik Kelapa Sawit. Salah seorang petani plasma dari Indosawit Merlung Kabupaten Tanjung Jabung Barat ALEX SINAGA mengatakan; petani di daerahnya ada sekitar 750 kk. Pendapatan mereka sangat berkurang, sebelum terjadi krisis bisa menghasilkan 2 ton sawit dengan penghasilan Rp4.000.000. Sekarang dengan harga TBS sekitar Rp800 setelah dikurangi biaya panen dan ongkos angkut hanya mengantongi Rp1.200.000. Kondisi demikian apabila berlangsung lama maka petani sulit lagi untuk memproduksi karena tidak sanggup untuk membeli pupuk dan biaya perawatannya.


Nasib yang lebih parah lagi menurut Alex dialami oleh para petani kelapa sawit yang tidak bermitra kepada Perusahaan sehingga harganya dipermainkan oleh para tengkulak. Bahkan ada pabrik yang karena over kapasitas tidak mau membelinya hanya mengutamakan mitranya saja.


Dalam rapat yang berlangsung lebih dari dua jam, Gubernur Jambi ZULKIFLI NURDIN minta kepada semua pihak yang terkait untuk melaksanakan hasil rapat yang intinya adalah : Agar penetapan harga kesepakatan yang dibuat oleh Pabrik Kelapa Sawit, petani dan pemerintah lebih nyata dan rasional sehingga bisa diterima semua pihak. Agar Pabrik Kelapa Sawit mentaati harga yang telah disepakati tersebut yakni harga tertinggi Rp. 892,-/kg yang berlaku sampai 5 Nopember 2008. Dan bagi yang tidak mentaati akan diberi sanksi dicabut izinnya, dan PKS tidak hanya membeli TBS dari mitranya tetapi dari petani swadaya dan tidak membeli dari tengkulak. Serta membentuk tim kecil untuk menertibkan kembali hubungan inti dengan plasma dan memerankan KUD.


Gubernur Jambi dalam pengarahannya bahwa keadaan ini bukan hanya dirasakan oleh petani sawit di Jambi saja tetapi pengaruh dari krisis keuangan di Amerika Serikat yang berpengaruh kepada Negara-negara di dunia ini. Banyaknya pabrik di luar negeri yang tutup sehingga permintaan impor dari Negara lain berkurang termasuk ekspor karet dan CPO dari Indonesia.


Untuk menekan biaya dan agar dapat menaikkan sedikit harga kepada Pabrik Kelapa Sawit diminta tidak membeli TBS dari para tengkulak tetapi langsung dari petani melalui KUD. Kondisi seperti ini memang tidak bisa dielakkan lagi semua pihak diminta dapat menerima dengan lapang dada, tetapi jika nanti harga telah membaik kita akan bertemu kembali, saya akan menata kembali, perusahaan harus hidup dan petani terlindungi”. Ujar Gubernur.


Gubernur juga menegaskan bahwa merosotnya harga TBS bukan merupakan dampak dari larangan kebijakan Pemprop Jambi dan Bupati untuk ekspor CPO keluar dari Jambi. Kebijakan tersebut mulai berlaku tahun 2010 yang mewajibkan Pabrik Kelapa Sawit untuk mengolah CPO menjadi minyak goring atau produk turunan lainnya, namun apabila kebutuhan untuk Propinsi Jambi telah tercukupi, sisanya boleh untuk diekspor sesuai dengan kontrak yang telah dibuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Masuk