Selasa, 03 Agustus 2010

ASAL USUL PERADABAN MERLUNG - TUNGKAL ULU (SEBUAH PENDAPAT KHAYALAN)

ASAL USUL PERADABAN MERLUNG - TUNGKAL ULU
(SEBUAH PENDAPAT KHAYALAN)

Oleh: Iyal
Sebelum Penulis mengurai lebih jauh menulis tentang Asal Usul peradaban Merlung Tungkal Ulu, Permohonan maaf apabila dalam tulisan ini ada yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya ini dikarenakan penulis bukanlah ahli sejarah juga bukan sesepuh yang memang mengetahui lebih jauh tentang Asal Usul peradaban Merlung Tungkal Ulu, tulisan ini hanyalah sebatas pendapat penulis tentang Asal Usul peradaban Merlung Tungkal Ulu dengan melihat sejarah – sejarah wilayah Merlung Tungkal Ulu, Tanjab Barat dan Jambi dari berbagai sumber dan pendapat arkeolog (sistem googling)

Sebagaimana kita ketahui Tanjung Jabung Barat merupakan satu –satunya Kabupaten yang sungai – sungainya tidak bermuara ke Sungai Batang Hari, semua sungai yang ada di Tanjung Jabung Barat menyatu di sungai Pengabuan, selain itu kabupaten ini merupakan kabupaten paling heterogen penduduknya di Provinsi Jambi. Kita Ketahui Kerajaan melayu tua di jambi pada abad ke 7 M itu berada di wilayah aliran batang hari sedangkan dahulu tranportasi utama adalah melalui sungai namun ini tidak memungkinkan kalu orang – orang zaman kerajaan melayu tua sudah memiliki pengetauan yang maju yang memungkinkan kekuasaan sampai kepedalam.


Dari riwayat berdasarkan kerapatan/musyawarah dari para Penghulu, Kepala dusun, dan Rio Marga Tungkal Ulu pada tahun 1968 akhir yang dilaksanakan selama 7 hari 7 malam di Pelabuhan Dagang. Adapun nara sumbernya berasal dari sesepuh, orang tuo-tuo dan salah satunya Rio Lubuk Bernai yang tertuo yaitu Rio Muhammad Aji, dari Merlung yaitu Hamzah bin H Tayeb, dari Lubuk Kambing Rio Sigeh, dari Penyabungan yaitu Penghulu Zulkifli, dari Dusun Mudo yaitu Raden Ibrahim, Pelabuhan Dagang yaitu H. Abdullah Riva’I dan lain-lain yang tidak di sebutkan satu persatu namanya, kemudian diceritakan kembali oleh Ketua Lembaga Adat Kecamatan Merlung (Rajo Bujang) yang pada waktu itu juga terlibat dalam kerapatan/musyawarah tersebut. Sedangkan nara sumber dari Tungkal Ilir didapat dari Ketua Lembaga Adat Kabupaten Tanjung Jabung Barat yaitu H.Nangyu dan hasil tulisan dari Thamrin Busra yang nara sumbernya juga berasal dari H. Nangyu, H.Hasan, Guru H.Thaib dan M.Thahir (mantan Penghulu Betara Kanan). menyebutkan kalau merlung berasal Pariang Padang Panjang yang disebut kelompok 199 dipimpin Datu Andiko (baca sejarah Merlung sebelumya) dan sebelum masuknya utusan Raja Johor. namun sebelumnya merlung - Tungkal Ulu sudah dihuni oleh manusia seperti di Merlung, Tanjung Paku, Suban yang sudah dipimpin oleh seorang Demong dikatakan berasal dari Aceh/ Samudra Pasai. Kelompok ini peninggalan zaman kerajaan hindu singosari atau mungkin sriwijaya atau Peninggalan dari bagian Kerajaan Melayu Kuntala.

Dalam tulisan ini penulis hanya mengeluarkan pendapat asal usul peradaban Merlung - Tungkal Ulu di bawah abad 17 Masehi. Memberikan pendapat tentang penduduk yang ada sebelum kedatangan kelompok 199 merupakan peninggalan dari Kerajaan Melayu Kuntala dibawah takhlukan singosari.

Kalau memang penduduk yang telah ada sebelum kedatangan rombongan 99 yang dipimpin Datuk Andiko berasal dari peninggalan kerajaan Melayu Kuntala, ini menunjukan peradaban merlung telah ada antara abad 5 M sampai dengan 7 M meningat kerajaan melayu kuntala atau kantoli telah berdiri sekitar abad 5 - 6M dan Pada abad ke-7 kerajaan ini menghilang, mungkin dikarenakan munculnya dua kerajaan lain di pantai timur Sumatera yakni; Malayu (Jambi) dan Sriwijaya (Palembang). Mungkinkah kerajaan Melayu Kuntala memang berada di daerah ini sebagaimana pendapat Mulyanan (1981), toponim Kan-to-li sama dengan Kuntala atau Tungkal. Jadi kerajaan Kan-to-li berada di pedalaman sungai Tungkal, Jambi. Negeri Kan-to-li telah tenggelam pada permulaaan abad ke-7 masehi. Coba kita simak hasil search engine penulis berikut ini:

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Kerajaan Kandali
Kerajaan Kandali atau Kantoli merupakan kerajaan yang belum dapat diidentifikasi lokasi keberadaannya. Mayoritas sejarawan berpendapat, Kandali (Kuntala) terdapat di pantai timur Sumatera di sekitar Jambi sekarang. Kerajaan ini muncul pada abad ke-5 - 6 Masehi, dimana hal ini merujuk dari sumber Cina, yang menyatakan bahwa Kan-to-li (Kandali) telah berkali-kali mengirim utusan mulai tahun 441 – 563 Masehi. Pada abad ke-7 kerajaan ini menghilang, mungkin dikarenakan munculnya dua kerajaan lain di pantai timur Sumatera yakni; Malayu (Jambi) dan Sriwijaya (Palembang).

Asal Usul

Menurut S. Sartono (1992), akibat dari pendangkalan Teluk Wen diduga telah menyebabkan sulitnya kapal-kapal dagang untuk merapat sampai ke pelabuhan Muara Tebo, sehingga fungsi pelabuhan tersebut sebagai pelabuhan samudera tidak lagi dapat dipertahankan. Negara Koying sebagai penguasa wilayah Teluk Wen terpaksa memindahkan pelabuhan dagang dari Teluk Wen ke darah pantai timur di sekitar daerah Kuala Tungkal sekarang.

Pelabuhan di pantai timur Sumatera itu mulai difungsikan sebagai pelabuhan samudera yang dapat dilabuhi kapal-kapal besar untuk menggantikan fungsi pelabuhan Teluk Wen, dan pelabuhan Teluk Wen difungsikan sebagai pelabuhan penyangga bagi kapal-kapal kecil yang melayani bongkar muat barang-barang dagang penduduk negeri Kerinci dan sekitarnya. Dari sini kemudian baru dibawa ke pelabuhan samudera di pantai Kuala Tungkal.

Pada akhirnya negara Koying melepaskan daerah pantai timur dan mendorong terbentuknya pemerintahan baru yang disebut dengan kerajaan Kantoli (Kuntal). Kerajaan ini diperkirakan berdiri pada abad ke-5 Masehi. Antara negara Koying dengan kerajaan Kuntal terjalin persahabatan yang baik.

Keberadaan Kerajaan Kandali
Nama Kantoli atau Kandali telah dikenal oleh pemerintahan Kaisar Hsiau-wu (459-464). Menurut catatannya, raja dari Kandali bernama Sa-pa-la-na-lin-da memerintahkan utusannya bernama Taruda untuk pergi ke negeri Cina.

Dari kitab sejarah dinasti Liang diperoleh keterangan bahwan antara tahun 430-475 M, beberapa kali utusan dari Ho-lo-tan dan Kan-t’oli datang di Cina, ada juga utusan dari To-lang – P’o-hwang.[1] Kantoli terletak di salah satu pulau di laut selatan. Adat kebiasaanya serupa di Kamboja dan Campa. Hasil negerinya yang terutama pinang, kapas dan kain-kain berwarna. Sedangkan dalam kitab sejarah dinasti Ming disebutkan bahwa San-fo-tsi dahulu disebut juga Kan-to-li.

Menurut G. Farrand, Kan-to-li di dalam berita Cina ini mungkin sama dengan Kandari yang terdapat dalam berita Ibnu Majid yang berasal dari tahun 1462. Karena San-fo-tsi dahulu juga disebut Kan-to-li, sedangkan San-fo-tsi diidentifikasikan sengan Sriwijaya, maka Farran menafsirkan Kan-to-li terletak di Sumatera dengan pusatnya di Palembang.

Sementara itu J.L. Moens mengidentifikasikan singkil Kendari dalam berita Ibnu Majid dengan Kan-to-li didalam kitab sejarah dinasti Liang dan Ming. Sedangkan yang dimaksud dengan San-fo-tsi ialah Kerajaan Malayu.

Pendapat lain mengenai Kan-to-li ditekukakan oleh J.J. Boeles. Ia mengatakan bahwa Kan-to-li yang disebut di dalam berita Cina itu mungkin berada di Thailand Selatan. Pendapatnya ini didasarkan atas adanya sebuah desa yang bernama Khantuli di Pantai Timur Thailand Selatan. Pendapat Boeles ini ditentang oleh O.W. Wolters, ia mengatakan bahwa Kan-to-li tidak mungkin ada di Thailand Selatan, karena di desa Khantuli sama sekali tidak ditemukan keramik Cina dari zaman Song lama. Ia cenderung untuk menempatkan Kan-to-li di Palembang, karena San-fo-tsi biasa dihubungkan dengan Palembang. Identifikasi Kan-to-li dengan Kandali atau Singkil Kendari juga dikemukakan oleh Obdeyn. Oleh karena Kan-to-li dianggap sama dengan San-fotsi, maka kemungkinan besar Kan-to-li di Sumatera Selatan. Tetapi pendapat umum di antara para ahli ialah, bahwa Kan-to-li diperkirakan di Pantai timur Sumatera bagian Selatan, yang daerah kekuasaannya meliputi daerah Jambi dan Palembang.

Dari kutipan di atas jelaslah kiranya bahwa sesungguhnya tidak ada pegangan sedikitpun yang dapat dijadikan titik tolah untuk melangkah lebih lanjut. Untuk menetapkan bahwa Kan-to-li adalah Malayu hanya berdasarkan berita Cina yang menyebutkan bahwa “San-fo-tsi dahulu disebut juga Kan-to-li kiranya belum memberi suatu kepastian, karena masih perlu dikaji secara khusus apakah rumus aljabar yang diterapkan ini pada tempatnya.

Sanusi Pane (1955) menyebutkan sejarah Tiongkok menyebut Kan-to-li, dimana kerajaan itu mengirim utusan penghabisan kalinya ke Tingkok di tahun 563 Masehi. Hampir boleh dipastikan, bahwa kerajaan itu terletak di Sumatera dan nama yang sebenarnya adalah Kandari.

Di daerah Jambi diyakini ada dua kerajaan kecil yang mulai muncul sekitar awal abad ke-5 M yakni kerajaan Ho-lo-tan dan Kan-to-li. Dalam sejarah dinasti Sung (960-1280 M) Holotan terletak di She-po atau Thu-po. Menurut pendapat Sartono (1978), She-po atau Thu-po dianggap sama dengan Tebo sekarang, yakni Muara Tebo. Di pinggiran sungai Batanghari dijumpai sebuah pemukiman kuno bernama Ke-do-tan. Masih perlu penelitian tentang toponim Ho-lo-tan dengan Ke-do-tan secara seksama.

Kerajaan kedua yang telah menjalin hubungan dengan Cina adalah kerajaan Kan-to-li. Menurut sumber Cina, kerajaan Kan-to-li telah berkali-kali mengirim utusan mulai tahun 441 – 563 M. Menurut pendapat Mulyanan (1981), toponim Kan-to-li sama dengan Kuntala atau Tungkal. Jadi kerajaan Kan-to-li berada di pedalaman sungai Tungkal, Jambi. Negeri Kan-to-li telah tenggelam pada permulaaan abad ke-7 masehi.

Menurut catatan yang dibuat dalam pemerintahan kaisar Wu dari dinasti (wangsa) Liang (502-549), kerajaan Kandali mengirim utusannya ke Cina pada tahun 502, 519 dan 520. Dilaporkan juga bahwa kerajaan Kandali berada di laut selatan dan adat kebiasaan penduduknya seperti Kamboja dan Campa. Hasil buminya meliputi; bahan pakaian berbunga (tenun ikat), kapas, dan pinang bermutu tinggi.

Sejarah dinasti Ming (1268-1643) mengemukakan bawha San-fo-tsi dulu disebut Kandali. Jadi mungkin Kandali terletak di wilayah San-fos-tsi, atau Kandali menjadi jajahan San-fo-tsi dalam hal San-fo-tsi identik dengan Sriwijaya (Muliana 1981). Menurut catatan Cina kerajaan San-fo-tsi berada di Laut Selatan antara Kemboja (Chen-la) dan She-po (Jawa). Raja San-fo-tso bersemanyam di Chan-pei (Jambi).

Menurut Mulyana (1981), tuponim Kandali dan Kantoli yang berada di sekitar Jambi, mungkin berasal dari India Selatan. Kedua tuponim, yakni Kandali dan Kantoli, berasal dari transliterisasi Cina suatu tempat yang belum diketahui hingga sekarang, sepertinya Benggala – Benggali, Ghandara – Ghandari, Badara – Badari, Kuntala – Kuntali, Kantoli – Kandali. Lebih jauh dikemukakan bahwa gophala diucap ghopal, Sanjaya sebagai Sanjay, Sriwijaya sebagai Sriwijay. Kuntala sebagai Kuntal dan juga Tungkal. Di Sumatea Timur terdapat sungai Tungkal yang bagian hulunya bernama sungai Pengabuan dan hilirnya bernama sungai Tungkal yang bermuara di Kuala Tungkal. Dalam penjumlahan negara Laut Selatan yang mengirim utusan ke Cina, oleh I Tsing tidak disebut-sebut tentang kerajaan Kuntala (Kandali, Kantoli). Nasib negera ini selanjutnya juga tidak diketahui, mungkin dikuasai oleh Jambi. Yang jelas, pada abad ke-7, muncul dua kerajaan di pantai timur Sumatera yakni: Moloyu (Malayu, Jambi) dan Sriwijaya (Palembang). Dalam perkembangan selanjutnya antara sekitar 670-742 Masehi Shih-li-fo-shih dianggap sebagai Sriwijaya dan antara 853 – 1037 Masehi sebagai San-fo-tsi.


Wah, kalu ini emang benar boleh dikatakan melayu yang ada di daerah kita jauh lebih dulu ada dari kerajaan Melayu Jambi (abad 7). Tapi sayang bukti – bukti sejarah itu tidak ada, jangankan bentuk bangunan, bekas jejak kehidupanpun tak ada (cerita –cerita dari pendahulu juga tidak ada) Dari pendapat arkeolog tersebut diatas mengatakan bahwa Kerajaan Kantoli (Kuntala) terdapat di pedalaman Sungai Tungkal atau disebut sekarang Sungai Pengabuan, pedalaman berarti daerah hulu Sungai Pengabuan. Sebelumnya dari hasil musyawrah tahun 1968 oleh pari tetua desa Merlung dan Tungkal Ulu serta Tungkal Ilir menyebutkan bahwa didaerah Merlung - Tungkal Ulu telah terdapat penduduk seperti di Merlung, Tanjung Paku, Suban sebelum kedatangan Kelompok 199 yang dipimpin oleh Datuk Andiko pada abad 17 sedangkan kuala tungkal belum ada penduduk sama sekali. Namun penduduknya hanya sedikit, pendapat saya sebagian penduduknya berpindah akibat dari musim kemarau yang panjang dan mengakibatkan sungai pengabuan kering, sama yang dilakukan oleh kelompok 199 yang dipimpin Datuk Andiko, namun ketika rombongan sampai di Kawasan Merlung – Tungkal Ulu hujan deras pun datang dan sungai Pengabuan kembali mengalir sehinggah kelompok 199 yang kemudian hanya 99 (baca sejarah Sebelumnya) menetap di daerah ini. Masalah bentuk peninggalan sejarah berbentuk bangunan belum ada, ini mungkin dikarenakan bangunan pada masa itu masih menggunakan kayu bukan batu, mengingat daerah ini tidak terdapat batuan alam yang besar dan mungkin penengetahuan manusia pada saat itu belum tinngi, atau mungkin peninggalan tersebut terkubur dalam tanah menginggat Kerajaan Kuntala muncul dan berakhir dari abad 5 – 7 M.

Ada lagi yang menarik, asal usul nama sungai Pengabuan menurut cerita berasal dari sejarah paham agama Hindu yang pada waktu itu menganggap sungai ini adalah salah satu sungai suci. Karena sungai ini adalah satu-satu sungai yang ada di sebelah timur Pulau Sumatera relatif jauh di air pasang sampai 7 – 8 jam perjalanan sedangkan sungai lain tidak seperti itu. Sungai ini dianggap suci sehingga menjadi tempat pembuangan abu-abuan mayat umat Hindu apabila telah dibakar. Asal kata Kubu-kubuan istilah Johor juga melekat menjadi Pengabuan. Sehingga kata kubu-kubuan dan abu-abuan digabungkan menurut alkisah menjadilah nama Pengabuan, Batang Sungai Pengabuan sekarang. Kalu kita hubungkan dengan kerajaan melayu kuntala dan sungai pengabuan memang ada hubungan, mengingat Melayu Kuntala adalah penganut agama hindu.

Salah satu kata Kuntala yang masih kita dengar sampai saat sekarang dan tidak asing adalah Lapangan Kuntala Merlung. Menjadi pertanyaan kita, apa alasan pendahulu kita menamai lapangan bola tersebut dengan Kuntala? Ayo pikir....

Ayo kita semua berpikir asal usul kita, nenek moyang kita. Kita buka misteri di balik asal usul peradaban di merlung tungkal ulu. Ingat, sejarah merupahkan indentitas suatu inividu, indentitas suatu daerah, indentitas sebuah bangsa. Mudah- mudahan suatu saat keajaiban itu muncul membuktikan sejarah asal usul peradaban di kawasan merlung tungkal ulu. Sejarah tak pernah berbohong namun pencatatan sejarah tidak ada yang benar – benar pasti.

Walaupun tulisan di atas jauh dari kebenaran tapi setidaknya kita tau asal usul kita dengan mengungkap misteri dibalik sejarah tersebut. Kebenaran letak kerajaan kuntala tersebut menurut penulis jauh dari kebenaran, jadi saya mohon tulisan ini jangan dianggap sebuah kebenaran, ini hanya memancing agar ada yang mau lebih mendalam meneliti sejarah Peradaban di Merlung – Tungkal Ulu.

2 komentar:

  1. karena tidak ada bukti itulah, maka kerajaan kuntala tidak tercatat dalam sejarah bangsa. kalau memang ada mungkin bukan terletak di daerah merlung. menurut buku dinamika karangan Ardian itu, orang-orang yang ada di merlung pernah mjd komunitas Kerajaan Kuntala yang hindu,, dan pusat kerajaan ini lah belum ketemu sampai sekarang... bak sebuah misteri yang perlu diungkapkan

    BalasHapus
  2. Kerajaan ini apakah terletak di Merlung, akhir sungai Pengabuan?????
    Boleh jadi kerajaan ini terletak di Kuala Tungkal di Muara Sungai Pengabuan?????
    Apakah di Muara Sabak, Muara Sungai Batang Hari?????

    BalasHapus

Komentar Masuk