Rabu, 30 Juli 2008

DPR dan Dephut Respon Positif, Soal Sengketa Lahan Warga Merlung Dengan WKS

Jambi Ekspres Tuesday, 11 December 2007

JAMBI – Rencana warga Kecamatan Merlung Kabupaten Tanjungjabung Barat (Tanjabar) untuk menemui langsung pemerintah pusat guna memperjuangkan tanah yang mereka klaim telah diserobot PT WKS akhirnya berhasil. Tanggal 5 Desember 2007 lalu perwakilan warga Merlung akhirnya berhasil mendatangi Komisi IV DPR RI dan juga Wakil Dirjen Hutan dan Tanaman Departemen Kehutanan (Dephut). Beberapa persoalan yang mereka paparkan adalah tentang lahan yang dipercaya warga telah diserobot PT WKS seluas 1.480 hektare, seperti hasil pemetaan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi sebelumnya.

Warga Merlung, Kalmi dan Surfial didampingi oleh H Daraqtuni Dahlan, Wakil Ketua HKTI Provinsi Jambi kemarin kepada Jambi Ekspres mengaku, semua yang selama ini terpendam dan seakan juga dipendam oleh pemerintah daerah Jambi telah diadukan ke pemerintah pusat. “Kita telah menjelaskan tentang penyerobotan lahan warga oleh perusahaan WKS, diantaranya adalah lahan masyarakat SP7, SP8 dan SP9 Kecamatan Merlung,” ujar Kalmi.

Daraq menambahkan, tanah yang diserobot tersebut telah dibuka warga sejak tahun 2002 lalu. Tahun 2004 PT WKS mendapat izin pemanfaatan lahan dengan SK Menhut No 228/Menhut-II seluas 233.251 hektare. “Lantas mengapa rakyat yang dijadikan korban dan diusir, bukankah SK Menhut No 744/KPTS-II tanggal 25 November 1996 tentang hak penguasaan hutan dan tanaman Industri (HPHTI) tidak membolehkan itu,” tegas Daraq.

Dimana disebutkan di dalamnya bahwa apabila di dalam areal HPHTI terdapat lahan yang telah menjadi milik perkampungan, tegalan, persawahan atau telah diduduki dan digarap oleh pihak ketiga, maka lahan tersebut tidak termasuk dan dikeluarkan dari areal kerja HPHTI. “Semua telah kita jelaskan. Bahkan di Komisi IV oleh Ganjar Pranowo telah dijanjikan untuk dirapatkan secepat mungkin dan kasus Merlung akan dibahas dengan beberapa daerah lain dengan kasus serupa. Kita sangat berterimakasih dengan tanggapan pemerintah pusat yang sangat positif,” ujarnya lagi.

Kalmi juga menambahkan, mereka sempat pula menanyakan langsung tindak lanjut surat Gubernur yang sebelumnya dilayangkan ke Dephut, bernomor 552/3975-Dishut/2007 perihal konflik lahan antara masyarakat SP7, SP8 dan SP9 Kecamatan Merlung. Isinya menyebutkan bahwa terhadap areal yang sudah terlanjur dibuka dengan kondisi tanaman lebih dari 2 tahun sebelum SK HPHTI seluas 150 hektare dapat dipertimbangkan untuk diakui dan dikeluarkan dari areal HPHTI PT WKS yang statusnya tetap merupakan kawasan hutan dan dikelola melalui hutan tanaman rakyat (HTR). “Alhamdulillah, pihak Dephut berjanji tengah memproses dan dijanjikan apapun hasilnya nanti tak akan merugikan masyarakat,” lanjutnya. (dpc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Masuk